Bagikan:

JAKARTA - Wagub DKI Jakarta Riza Patria merespons kejadian  meninggalnya Fauziyah Nabila saat mengikuti pembaretan Menwa Jayakarta. Riza menyerahkan ke kampus soal dugaan ada tidaknya kekerasan.

“Yang pertama tentu kita berduka cita atas meninggalnya mahasiswa UPN yang mengikuti pembaretan Menwa di Sentul. Itu kejadian sudah 25 September lalu. Kami minta semua kegiatan-kegiatan kemahasiswaan agar mengikuti proses, harus izin orang tua, harus sepengetahuan kampus dan kegiatan ini memang sudah izin orang tua dan sepengetahuan kampus,” kata Riza kepada wartawan, Selasa, 30 November.

“Yang bersangkutan sudah dicek ternyata tidak ada unsur kekerasan atau pemukulan. Jadi murni karena memang sakit kebetulan pada kegiatan tersebut Jadi mudah-mudahan yang bersangkutan husnul khotimah, keluarga juga sudah ikhlas dan merelakan dan sepenuhnya kita serahkan kepada kampus untuk menindaklanjuti apakah ada unsur-unsur lain di situ. Tapi setelah dicek tidak ada unsur kekerasan,” sambungnya.

Wagub DKI menekankan kegiatan kampus tak boleh mengandung unsur kekerasan. Proses pendidikan dan pelatihan ditegaskan Riza mengedepankan kegiatan persuasif.

“Tidak boleh ada unsur-unsur kekerasan atau menonjolkan kegiatan fisik,” sambungnya. 

\

Diberitakan sebelumnya, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Ria Maria Theresa, selaku Ketua Komisi Disiplin menjelaskan kronologi meninggalnya Fauziyah Nabila saat mengikuti pembaretan Menwa Jayakarta di kawasan Bogor, 25 September 2021.

Ria Maria dalam keterangan pers di Jakarta, Selasa, mengatakan pembaretan anggota Menwa tersebut dilaksanakan di Sentul, Jawa Barat sejak Jumat, 24 September.

Kemudian pada Sabtu, 25 September, terdapat kegiatan "long march". Pada etape pertama berjarak tiga kilometer menuju Masjid Jamik Tanah Baru dengan dua kali waktu istirahat untuk minum dengan waktu selama lima menit.

"Menurut kronologis yang kami terima, kondisi medan untuk 'long march' masih jalur landai. Pada pukul 13.45 WIB, saat menuju pemberhentian kedua etape pertama, almarhumah terlihat kelelahan dan akhirnya panitia memutuskan menaikkannya ke dalam ambulans," kata Ria dilansir Antara, Selasa, 30 November.

Ria melanjutkan, pada pukul 14.30 WIB, saat tiba di tujuan etape pertama bersama ambulans, almarhumah keluar dari ambulans dan ikut bergabung kembali bersama teman-temannya yang sedang beristirahat.

Menurut Ria, almarhumah menyatakan sudah merasa lebih baik dan siap melanjutkan perjalanan kembali.

"Pukul 14.45 WIB, setelah istirahat di etape pertama, perjalanan dilanjutkan menuju etape kedua, di Masjid Quba dengan jarak 3,1 kilometer. Pukul 15.30 WIB, kira-kira berjarak dua kilometer dari etape pertama, almarhumah mengalami kram kaki kirinya. Panitia memutuskan membawa almarhumah dengan ambulans menuju etape kedua," kata dia.

Dia menambahkan, pukul 16.10 WIB, sesampai di etape kedua, kondisi almarhumah semakin lemah dan mulai tidak kooperatif saat dibantu.

Panitia kemudian meminta bantuan ustaz di masjid, tetapi tidak bisa memberikan bantuan. Saat itu, kata Ria, almarhumah juga sudah diberikan bantuan oksigen karena sesak napas.

Almarhumah kemudian dibawa ke lokasi pembaretan yang menjadi lokasi akhir "long march" untuk mendapatkan bantuan lebih lanjut berupa oksigen tambahan.