Kalau Bimbingan Mental dengan Kekerasan Fisik Mujarab, Panitia Diksar Menwa UNS Tak Bakal Ciut Mengakui Tewasnya Gilang Endi
Salah satu kegiatan Menwa (Instagram/menwa_uns)

Bagikan:

JAKARTA - Fakta-fakta baru dari kasus meninggalnya peserta Diksar Menwa Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Gilang Endi mulai terungkap. Sebelumnya, pihak Menwa UNS dianggap tidak punya mental untuk berlaku transparan atas kasus ini. Padahal, selama ini mereka berdalih tempaan fisik yang mereka terapkan untuk membina anggotanya adalah untuk meningkatkan mental.

Polisi mengungkap fakta baru terkait meninggalnya peserta pendidikan dan latihan dasar resimen mahasiswa (Diksar Menwa) di Sungai Bengawan solo pada Minggu 24 Oktober. Menurut hasil pemeriksaa saksi, Gilang sudah tewas sebelum tiba di rumah sakit.

"Korban dinyatakan sudah tidak ada (tewas) dalam perjalanan ke rumah sakit. Dalam perjalanan, korban sudah tak bernyawa," kata Kasat Reskrim Polresta Solo AKP Djohan Andika 27 Oktober, seperti dikutip Detik.

Namun Djohan tak bisa memastikan, sudah berapa lama mahasiswa semester 3 jurusan D4 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (KKK) itu meninggal sebelum panita membawanya ke rumah sakit. "Kita harus menunggu (seberapa lama meninggal). Terkait medis kita harus menunggu hasil autopsi. Mereka tetap dibawa ke RS sama panitia."

Sebelumnya Kabid Humas Polda Jawa Tengah (Jateng) Kombes M Iqbal Alqudusy menemukan tanda-tanda kekerasan berupa bekas pukulan di bagian kepala Gilang. Pukulan tersebut diduga yang menyebabkannya tewas. Temuan itu berdasarkan hasil autopsi awal yang dilakukan Biddokkes Polda Jateng.

Kasus Diksar Menwa UNS kini statusnya sudah naik dari penyelidikan menjadi penyidikan. Namun tersangkanya siapa belum ketahuan.

Markas Menwa UNS ditutup sementara waktu usai kasus meninggalnya salah satu mahasiswa saat mengikuti Diklatsar Menwa. (Foto: Aris Wasita/Antara)

Fakta ganjil

Fakta-fakta baru ini menjawab kabar beredar yang dirasa janggal sebelumnya. Fakta yang dirasa janggal terkait kematian Gilang Endi Saputra diungkap oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNS.

Lewat akun Instagramnya @bemuns, mereka mendesak transparansi hasil penyelidikan dari kampus UNS. Pihak BEM UNS mendukung upaya pengusutan tuntas kasus ini. Pasalnya mereka menemukan beberapa fakta yang dirasa janggal.

Pertama soal dua orang utusan panitia Diksar Menwa datang ke rumah korban. Namun mereka, menurut BEM UNS tak terbuka, hanya mengabarkan Gilang kesurupan dan setelah diruqyah justru sakit.

Kemudian, keluarga korban diajak kedua panitia itu ke RS Moewardi Solo. Barulah di tengah perjalan, mereka mengaku bahwa Gilang tewas. "Sesampai rumah sakit, kecurigaan semakin menjadi karena tidak ada panitia yang menyambut keluarga korban dan terkesan tak peduli," tulis BEM UNS.

Kejanggalan tak berhenti sampai situ. Setelah mengantar dan membawa pulang jenazah korban bersama pihak panitia, tapi panitia langsung buru-buru pergi setelah mengantarkan jenazah.

Sikap anggota Menwa itu meninggalkan kesan tak menuntaskan tugas mereka. Mereka juga terkesan tak berani menyapaikan apa yang sebenarnya terjadi, bahkan sampai menyebut Gilang kesurupan.

Ketidak beresan tugas para anggota Menwa ini sama sekali tak mencerminkan orang yang punya mental baja, seperti yang selama ini mereka agung-agungkan dari hasil latihan semi militernya. Bahkan tak jarang, ketika ada dugaan kasus kekerasan, mereka selalu berdalih hal itu untuk mendompleng mental seseorang semata.

Kekerasan tak bisa bangun mental

Sudah menjadi rahasia umum kalau pelatihan-pelatihan yang digelar Menwa kebanyakan bersinggungan erat dengan latihan fisik. Kita juga sudah sering mendengar cerita dari anggota atau mantan anggota Menwa bahwa "bimbingan mental" yang mengakibatkan luka fisik kerap terjadi. Dan dalihnya hampir selalu sama: membangun mental yang kuat.

Memang menurut Psikolog Klinis Kasandra Putranto latihan fisik bisa menambah kekuatan mental seseorang. Asalkan hal itu tidak berlebihan.

Melatih fisik yang dimaksud adalah seperti membangun kedisiplinan untuk bangun pagi, berolahraga, hingga latihan beban. "Stamina fisik tentu perlu, misalnya bangun pagi, lari, latihan beban," kata Kasandra kepada VOI.

Namun latihan fisik itu bukan sampai kepada tindakan kekerasan. "Bukan dengan dipukulin," ujar Psikolog lulusan Universitas Indonesia ini.

Lagi pula meski tak secara langsung berkorelasi, orang yang punya mental kuat bisa terlihat dari ketuntasannya dalam menjalankan tugasnya. "Dengan kuat mental seseorang punya kesempatan dan daya tahan yang lebih untuk melaksanakan tugas," ucap Kasandra.

Bila melihat dari cara Menwa menyelesaikan kasus ini, mereka seperti tak terlihat orang yang bermental baja. Hal ini sedikit banyak membuktikan bahwa sekeras apapun bimbingan mental bila mengandung  kekerasan fisik di dalamnya, tak akan meningkatkan mental seseorang.

*Baca Informasi lain tentang PENGANIAYAAN atau baca tulisan menarik lain dari Ramdan Febrian Arifin.

BERNAS Lainnya