MK Putuskan Pemilu 2024 Tetap Serentak, Politikus PKS Kecewa: Banyak yang Dikorbankan
Ilustrasi (Foto: Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tetap menyerentakkan pemilihan umum (Pemilu). Namun, secara pribadi Mardani mengaku kecewa atas keputusan tersebut.

Sebab sebelumnya, MK diminta mempertimbangkan upaya untuk menata sistem pemilihan umum (pemilu) di Indonesia, khususnya terkait keserentakan. MK justru menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Padahal menurut Mardani, menata sistem pemilu, khususnya terkait keserentakan merupakan hal yang penting. Pasalnya, banyak kualitas dari penyelenggaraan pemilu yang dikorbankan selama ini.

"Saya pribadi berharap, dalam membuat keputusan, MK hendaknya turut mempertimbangkan pentingnya penataan sistem pemilu khususnya keserentakan. Mengingat ada banyak kualitas yang dikorbankan," ujar Mardani, Kamis, 25 November.

Contohnya, lanjut Mardani, pada Pemilu 2019 fokus hanya diberikan pada penyelenggaraan pemilihan presiden (pilpres). Selain itu, penyelenggaraan pemilihan anggota legislatif tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten kota, serta presiden dan kepala daerah secara serentak juga berpotensi menimbulkan beban di luar kepantasan manusia.

"Terutama bagi penyelenggara pemilu yang bertugas pada hari pencoblosan di tempat pemungutan suara," jelasnya.

Ketua DPP PKS itu hanya bisa berharap, peristiwa banyaknya penyelenggara pemilu yang meninggal dunia usai hari pencoblosan seperti yang terjadi di Pemilu 2019 tidak terulang di Pemilu 2024 mendatang.

"Semestinya tragedi kemanusiaan banyak korban penyelenggara pemilu lalu menjadi bagian pertimbangan dalam memberikan amar putusan," kata Mardani.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi UU Pemilu yang dilayangkan oleh empat orang mantan petugas KPPS Pemilu 2019.

MK menolak seluruh gugatan dari para pemohon. Mahkamah menyatakan pasal 167 ayat (3) dan pasal 347 ayat (1) UU Pemilu sesuai dengan amanat konstitusi. Oleh karenanya, MK menilai dalil dari pemohon tidak beralasan menurut hukum seluruhnya.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK merangkap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam sidang yang digelar virtual, Rabu, 24 November.

Dengan putusan itu, keserentakan pemilu tetap berjalan seperti yang pernah diterapkan pada Pemilu 2019. Pemilihan presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota digelar dalam satu waktu.