Perseteruan Arteria Dahlan dengan Wanita Mengaku Anak Jenderal Bintang Tiga TNI: Upaya Damai Tapi Saling Lapor
Arteria Dahlan (Nailin In Saroh/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Polisi turun tangan menangani perseteruan yang terjadi antara anggota DPR RI Arteria Dahlan dengan wanita yang mengaku sebagai anak bintang tiga TNI. Di mana, pemicu perseteruan disebut karena hal sepele.

Perseteruan itu disebut bermula saat kedua pihak berada di dalam pesawat. Arteria berserta rombongannya yang berada di kursi ekonomi atau tepat di belakang kelas bisnis itu dianggap menghalangi wanita yang mengaku anak jenderal bintang tiga tersebut.

Padahal, rombongan Arteria hanya beberapa orang termasuk dirinya dan ibundanya yang berusia 80 tahun.

Hingga akhirnya perseteruan berlanjut di luar pesawat atau di Bandara Soekarno-Hatta. Bahkan, perseteruan itu terekam dalam video yang kemudian viral di media sosial.

Upaya Mediasi

Polisi yang menangani permasalahan ini telah melakukan langkah awal untuk mendamaikan kedua pihak. Polisi mencoba memediasi pihak Arteria Dahlan dan wanita tersebut.

"Untuk sementara masih (upaya) dimediasi," ujar Kasubag Humas Polres Bandara Soekarno Hatta AKP Prayogo kepada VOI, Senin, 22 November.

Tujuan mediasi ini, kata Prayogo, agar kedua pihak berdamai. Sehingga, persoalan itu tak perlu diproses secara hukum.

"Untuk mencari jalan yang terbaik kedua belah pihak," kata Prayogo.

Namun, dalam prosesnya, polisi belum menentukan waktu untuk mempertemukan keduanya.,

"Belum ada (jadwal mediasi). Teknisnya tergantung penyidik, bagaimana, di mana tergantung penyidik," ungkap Prayogo.

Saling Lapor

Upaya mediasi ini pun dilakukan lantaran kedua belah pihak saling lapor. Pelaporan dilakukan tak lama setelah perseteruan terjadi atau Minggu, 21 November.

"Iya betul (saling lapor)," kata Prayogo.

Dalam pelaporan itu, mereka menggunakan pasal pidana yang sama yaitu, 315 KUHP. Pasal itu tentang penghinaan.

Secara rinci Pasal 315 KUHP berisi tentang tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.