Hidayat Nur Wahid: Wacana Pembubaran MUI Agenda Islamophobia, Pelecehan Bagi Lembaga Keagamaan
Hidayat Nur Wahid (Foto: DOK ANTARA)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) dengan tegas menolak wacana pembubaran Majelis Ulama Indonesia (MUI), pascapenangkapan anggota Majelis Fatwa MUI Zain An-Najah oleh Densus 88 Antiteror Polri karena diduga terlibat terorisme.

HNW mengingatkan umat Islam dan negara untuk waspada terhadap gerakan yang menunggangi isu terorisme dengan penangkapan terhadap salah satu anggota pimpinan MUI guna agenda lain. Yaitu, teror terhadap MUI dengan rekayasa wacana untuk pembubaran MUI.

Di tengah ramainya kekhawatiran bangkitnya komunisme gaya baru, seks bebas di kampus akibat Permendikbudristek 30/2021 dan terorisme KKB Papua, yang semuanya ditolak MUI, maka menurut HNW, wacana untuk bubarkan MUI layak dikritisi, diwaspadai sebagai gerakan yang menunggangi isu terorisme untuk bentuk teror yang lain yaitu membubarkan MUI.

"Bila demikian, maka ini merupakan agenda Islamophobia dan pelecehan lembaga keagamaan termasuk yang Islam moderat," ujar HNW kepada wartawan, Jumat, 19 November.

Apabila berhasil dengan pembubaran MUI sebagai lembaga berkumpulnya ormas-ormas Islam moderat, minimal mengopinikan/mem-framing, lanjut HNW maka akan menyebar saling curiga dan tidak percaya, bahkan bisa tercerai berailah umat yang dapat meningkatkan potensi diadu domba.

"Sehingga memperlebar ketidakharmonisan dan pembelahan sesama anak bangsa, yang akhirnya juga akan melemahkan sendi-sendi NKRI," katanya.

Politikus PKS itu menegaskan, organisasi legal dan formal yang berdiri sejak 26 Juli 1975 merupakan wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim se-Indonesia. Baik individual maupun yang terhimpun dalam ormas-ormas keagamaan Islam dalam semangat Islam wasathiyah (moderat), ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah.

"Maka sikap kebangsaan MUI selama ini juga sangat jelas yakni mendorong Islam Wasathiyah (moderat) dan kerukunan antar umat beragama, serta menolak ideologi radikalisme, aksi islamophobia, terorisme, komunisme, hingga separatisme," kata HNW.

Anggota Komisi VIII DPR ini menjelaskan, MUI merupakan salah satu ikon Islam moderat di Indonesia dipimpin oleh Ketua Umumnya dari Nahdlatul Ulama (NU) yakni K.H. Miftakhul Ahyar dan Sekretaris Jenderal dari Muhammadiyah yakni Amirsyah Tambunan. Bahkan, Ketua Dewan Pertimbangan MUI juga adalah KH. Ma’ruf Amin yang merupakan mantan Ketua Umum MUI dan kini menjabat sebagai Wakil Presiden (Wapres) RI.

Menurut HNW, masyarakat beragama khususnya umat Islam merasakan manfaat riil kehadiran MUI dalam urusan moderasi beragama di Indonesia dan penguatan NKRI.

Oleh karena itu, HNW menilai, wacana pembubaran MUI tidaklah berasal dari pihak yang tulus melawan terorisme. Melainkan ada pihak yang memanfaatkan isu terorisme yang diduga melibatkan salah satu anggota pimpinan MUI untuk tujuan membubarkan, melemahkan dan memecah belah umat, yang mereka sadari atau tidak, bisa berujung pada pelemahan NKRI.

Lagipula, kata HNW, MUI telah mengambil langkah tegas terkait dengan penangkapan Zain An-Najah ini. Zain telah dinonaktifkan oleh MUI dari keanggotaan, kepengurusan sampai ada keputusan tetap dari pengadilan.

Ini menurutnya, bukti MUI menolak terorisme dan mendukung pemberantasan terorisme. Serta menegaskan kasus penangkapan itu tak terkait dengan organisasi/lembaga MUI dan menyerahkan kepada proses hukum dengan tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. Termasuk memenuhi prinsip keadilan dan pemberian hak-hak untuk tersangka.

"Peringatan ini semestinya juga ditujukan kepada Densus 88 terkait kasus dugaan keterlibatan dengan terorisme yang disangkakan terhadap Ustadz Farid Okbah dan lainnya. Juga sangat baik kalau MUI selain imbauannya agar masyarakat tidak terprovokasi, tetap menjaga kerukunan antar umat beragama, dan kemaslahatan umum, juga mengkritisi kinerja dari Densus 88 agar betul-betul profesional, adil dan tak tebang pilih," tegasnya.

HNW juga menolak provokasi pembubaran MUI karena kasus individual yang masih dalam status tersangka itu. Menurutnya, sangat disayangkan apabila kasus yang menimpa oknum tersebut dihubungkan dengan tuntutan pembubaran organisasi MUI.

Jika itu digeneralisasi, kata HNW, maka tidak ada lembaga apa pun termasuk lembaga negara seperti Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), DPR, DPD, KPK, Kabinet Presiden Jokowi, parpol bahkan kepolisian, yang luput dari kasus yang terjadi dengan oknum anggota atau pimpinannya terlibat hukum.

"Untuk setiap kasus individual tersebut, maka yang terjadi, ‘oknum’ yang terlibat ditegakkan aturan/ketentuan hukum, tapi tidak ada yang menuntut lembaganya dibubarkan," tukas HNW.