Lengkapi Barang Bukti Jadi Alasan KPK Baru Tahan Bupati HSU Abdul Wahid
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam jumpa pers penetapan tersangka sekaligus penahanan Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Abdul Wahid (FOTO HUMAS KPK)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan penahanan terhadap Bupati Hulu Sungai Utara (HSU), Kalimantan Selatan, Abdul Wahid baru dilakukan saat ini karena pihaknya telah melengkapi barang bukti dan mendapat keterangan dari sejumlah pihak.

"Kita harus paham siapa tersangka itu. Tersangka itu karena perbuatannya, keadaannya berdasarkan bukti permulaan cukup patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," kata Firli dalam konferensi pers, Kamis, 18 November.

Atas alasan ini, Firli mengatakan KPK kemudian baru menetapkan Abdul Wahid sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa.

"Hari ini KPK sudah menemukan bukti dan membuat terang tindak pidananya sehingga menemukan satu tersangka lagi yaitu saudara AW, Bupati Hulu Sungai Utara," ujarnya.

"Jadi gitu, bukan karena ada hal lain. Bukan. Karena kita menghormati prinsip hukum acara pidana," imbuh eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan dan menahan Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid sebagai tersangka terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa.

Penetapan ini dilakukan setelah KPK menetapkan tiga orang tersangka yaitu Plt Kadis PU Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi. Ketiga kini ditahan setelah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada 15 September lalu.

Dalam kasus ini, Abdul jadi tersangka karena menerima uang dari Plt Kepala Dinas PUPRP Maliki. Uang tersebut diserahkan sesuai permintaannya karena menunjuk Maliki.

Selain itu, Abdul juga menerima pemberian komitmen fee sebesar 10 persen dari proyek pekerjaan Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara tahun 2021 dengan jumlah Rp500 juta.

Berikutnya, ia juga diduga menerima uang sejumlah Rp4,6 miliar pada 2019; Rp12 miliar pada 2020; dan Rp1,8 miliar pada 2021. Uang tersebut diberikan sebagai komitmen fee dari proyek lain yang telah dikerjakan oleh pihak swasta.