JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menjelaskan alasan pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 saat libur Natal dan Tahun Baru, mulai 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022.
"Jadi khusus libur Natal dan Tahun Baru akan diberlakukan ketentuan-ketentuan sebagaimana yang berlaku level 3 secara nasional, jadi bukan berarti (daerah, red.) yang sudah level 1 diturunkan lagi (levelnya, red.)," kata Muhadjir di kompleks Istana Kepresidenan Jakarta dikutip Antara, Kamis, 18 November.
Dia mengatakan pelaksanaan PPKM level 3 khusus Natal dan Tahun Baru tersebut akan didasarkan pada Instruksi Mendagri (Inmendagri) terbaru.
"Jadi khusus selama libur Natal dan Tahun Baru digunakan ketentuan-ketentuan yang berlaku untuk PPKM level 3 plus karena ada beberapa tambahan, seusai arahan Presiden, terutama pelarangan dan pengetatan pertemuan-pertemuan berskala besar," sambung Muhadjir.
Pemerintah menilai penerapan PPKM level 3 menjadi urgen pada libur Natal dan Tahun Baru.
"Sangat urgen, pandemi kan belum selesai, memang beberapa indikator tentang COVID-19 sudah sangat baik mulai kasus, kematian, kasus aktif kita landai bahkan dalam posisi terbaik di dunia dan banyak sekali negara memuji kemampuan kita meredam lonjakan gelombang kedua tapi kita tidak boleh sembrono, tidak boleh gede kepala, bahwa sudah selesai," papar Menko PMK.
Alasannya, katanya, beberapa negara di Eropa dan Asia Tenggara terjadi perkembangan kasus positif COVID-19 yang masih mengkhawatirkan.
"Karena itu demi untuk keselamatan kita bersama, menjaga konsistensi keadaan COVID-19 sekarang ini, maka arahan Presiden selama libur Natal dan Tahun Baru yang biasanya akan diikuti pergerakan orang besar-besaran itu kita perketat," kata Muhadjir.
Salah satu hal yang dilarang penuh saat PPKM level 3 tersebut diterapkan penyelenggaraan pertemuan skala besar.
"Kita larang pertemuan skala besar yaitu pesta 'old and new' itu kita larang, yang dibolehkan pesta 'old and new' hanya di tingkat keluarga saja mungkin 10-15 (anggota, red.) keluarga masih dibolehkan tapi kalau digelar di hotel, hura-hura tidak boleh, apalagi juga diikuti petasan, pawai tahun baru, itu semua akan dilarang dan sekarang sedang disiapkan protap oleh Pak Kapolri," katanya.
Peraturan tersebut akan berlaku secara nasional dan bukan hanya di Pulau Jawa dan Bali atau di luar Jawa-Bali.
"Sedang kita seragamkan aturan yang masih belum sinkron antara PPKM Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali sedang kita serasikan," ungkapnya.
BACA JUGA:
Terkait dengan mobilitas masyarakat, Muhadjir menyebut ada persyaratan untuk melakukan tes PCR.
"Mobilitas tentu saja akan diperketat terutama dalam kaitan dengan protokol kesehatan, termasuk swab (tes usap), antigen, mungkin juga ada yang masih perlu PCR, vaksin terutama bagi mereka yang akan bepergian. Tapi sesuai arahan Presiden, tidak ada penyekatan tetapi kita imbau seluruh masyarakat untuk tidak bepergian kecuali untuk tujuan primer," katanya.
Menko PMK mengimbau masyarakat mulai merencanakan kegiatan menyongsong Natal dan Tahun Baru yang bersifat keluarga.
"Begitu juga mereka yg akan melaksanakan ibadah Natal. Kami akan berkonsultasi dengan tokoh agama baik dari Katolik saya sudah berkontak dengan Bapak Kardinal, kemudian tokoh-tokoh dari Protestan juga kita ingin dapat masukan. Jangan sampai pembatasan libur Natal dan Tahun Baru mengurangi kekhusyukan dan makna dari ibadah dan Natal itu sendiri," katanya.
Rencananya, pedoman PPKM level 3 khusus Natal dan Tahun Baru akan diumumkan pada 22 Desember 2021.
"Syarat perjalanan diatur lebih lanjut Pak Menhub dan Pak Kapolri, sekarang sedang koordinasi intensif tapi insyallah tidak ada perubahan prinsipial. Aturan juga akan didetailkan oleh Menparekraf dan juga Mendagri dan itu kan jadi wewenang daerah karena kepala daerah di provinsi, kabupaten, kota akan juga buat aturan turunan yang berlaku di masing-masing daerah," katanya.
Aturan yang akan diserahkan kepada kepala daerah, misalnya destinasi wisata yang tidak ada pengelolanya.
"Kita minta pemerintah daerah mengatur, kalau mereka bisa mempertanggungjawabkan prokes dan pengawasan secara ketat silakan buka tapi kalau tidak sanggup ya tutup saja, terutama destinasi wisata yang tidak ada pengelolanya, kan banyak di daerah itu. Misalnya tempat pemancingan umum tidak ada pengelola dan gratisan, kalau sampai mengundang kerumunan yang menyalahi aturan ya ditutup saja," imbuh Muhadjir.