Kepala BPN Riau Diperiksa KPK Terkait Aliran Uang di Kasus Suap Bupati Kuansing Nonaktif
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M. Syahrir usai diperiksa KPK (Wardhany Tsa Tsia-VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) rampung memeriksa Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau M. Syahrir. 

Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus perpanjangan izin hak guna usaha kebun sawit yang menjerat Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) nonaktif Andi Putra.

Plt Juru Bicara Bidang Pencegahan Ipi Maryati mengatakan dalam pemeriksaan itu, penyidik mendalami sejumlah hal. Termasuk perihal rekomendasi pemberian izin HGU untuk PT Adimulia Agrolestari.

"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait rekomendasi pemberian izin HGU untuk PT AA," kata Ipi kepada wartawan, Rabu, 17 November.

Tak hanya itu, Syahrir juga didalami terkait adanya dugaan aliran dana setelah pemberian izin diterbitkan ke sejumlah pihak.

Meski begitu, usai diperiksa Syahrir membantah tentang adanya uang yang mengalir di internal BPN Provinsi Riau. 

"Enggak ada, enggak ada (bawahan yang terima uang, red)," katanya usai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 17 November.

Ia juga menegaskan proses pemberian rekomendasi HGU yang dilakukan pihaknya sudah sesuai prosedur. Syahrir mengatakan tak ada klandestin di tengah proses ini.

"Plasma (penempatan) itu kan tadinya di Kampar tapi karena pemekaran wilayah jadi dua wilayah yaitu Kampar dan Kuansing. Makanya Kuansing juga minta tanah," jelasnya.

"Jadi tentang pengajuan HGU di Kuansing plasmanya itu ada di Kampar sedangkan Kuansing minta plasma juga sehingga butuh klarifikasi dan pendapat dari Bupati Kuansing," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK menetapkan Andi Putra dan General Manager PT Adimulia Agrolestari, Sudarso sebagai tersangka dalam kasus suap perizinan perkebunan. Dugaan ini bermula saat PT Adimulia Agrolestari mengajukan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) mulai 2019 dan berakhir pada 2024.

Pada pengajuan itu disebutkan tiap perusahaan harus membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari HGU di wilayah Kuansing. Namun, perusahaan tersebut justru membuatnya di Kabupaten Kampar bukan di Kabupaten Kuansing.

Meski begitu, Sudarso tetap mengajukan surat permohonan kepada Andi untuk menyetujuinya. Hanya saja, kesepakatan itu tercapai dengan adanya pemberian uang yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada September sebesar Rp500 juta dan Oktober Rp200 juta.

Akibat tindakan itu, KPK kemudian menetapkan Andi dan Sudarso sebagai tersangka. Kedua tersangka tersebut ditahan di dua tempat yang berbeda yaitu di Rutan KPK pada Cabang Pomdam Jaya Guntur dan gedung Merah Putih.