JAKARTA - Indonesia berada pada posisi ke-97 dari 100 negara di dunia dalam penanganan pandemi COVID-19. Peringkat ini menunjukan kalau Indonesia dinilai belum aman dari wabah virus SAR-CoV-2. Karena itu, sangat sulit investor untuk memilih Indonesia, apalagi mendapat kunjungan dari wisatawan mancanegara.
Ketua Umum Gerakan Pakai Masker (GPM) Sigit Pranomo mengatakan, citra Indonesia yang dianggap gagal dalam menangani pandemi COVID-19 dapat diperbaiki. Salah satu caranya dengan keberhasilan dalam penanganan pandemi melalui Gerakan Pakai Masker.
Sigit mengatakan, Indonesia hanya unggul dari tiga negara seperti Laos, Kamboja dan Bahama terkait penanganan COVID-19. Sementara, 10 negara terbaik dalam penanganan COVID-19 adalah Swiss, Israel, Singapura, Jepang, Jerman, Asutria, Australia, China, Selandia Baru dan Korea Selatan. Bahkan, dunia sudah mengetahui negara tersebut sangat rapi melakukan penanganan virus ini.
Menurut Sigit, peringkat ke 97 ini tentu membuat para investor tidak akan memilih Indonesia sebagai negara tujuan investasi dan akan memilih negara lain yang lebih aman. Demikian juga dengan jumlah wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia.
"Investor pasti akan memilih negara yang lebih aman. Begitu juga jangan berharap ada wisatawan yang akan berkunjung ke Indonesia. Negara kita aja belum aman dari COVID-19. Sehingga kita perlu perbaiki citra buruk kita melalui Gerakan Pakai Masker agar negara kita bisa menjadi tujuan utama untuk berinvestasi dan dikunjungi oleh para wisatawan asing," tuturnya, dalam diskusi virtual, Senin, 3 Agustus.
Gerakan Pakai Masker, kata Sigit, lebih mudah diterapkan, karena menempatkan masyarakat sebagai subjek. Sedangkan, pemberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi masyarakat sebagai objek.
BACA JUGA:
Menurut Agus, dengan memakai masker dapat menurunkan risiko penularan COVID-19 hingga 75 persen. Bahkan, pada saat flu Spanyol tahun 1918 di mana korbannya mencapai lebih dari 50 juta orang, menggunakan masker menjadi solusi saat itu dan sudah terbukti.
Ia juga mengatakan, pada kasus flu Spanyol jumlah peningkatan kasus terjadi di gelombang kedua. Karena itu, sekarang ini menjadi situasi yang sangat rawan bagi seluruh umat manusia di dunia. Sebab, ketika gelombang kedua ini pemerintah Indonesia kecolongan, maka korbannya akan besar sekali seperti pada waktu flu Spanyol.
Tak hanya itu, menurut Sigit, akibat berada pada urutan ke-97, jemaah haji di Indonesia belum bisa masuk ke Arab Saudi untuk beribadah. Karena itu, dia menegaskan, citra Indonesia harus segera diperbaiki.
"Sekarang ini kita juga tahu gara-gara posisi Indonesia yang berada di 97, jamaah Haji Indonesia belum bisa masuk ke Arab Saudi karena tingkat kita masih ada di posisi 97 dan ini akan semakin lama menunggunya kalau kita tidak bisa merubah dan memperbaiki dengan melakukan disiplin pakai masker sehingga citra kita lebih baik," ucapnya.