Artikel lanjutan dari Tulisan Seri khas VOI, "Kapan Mapan Papan?". Dalam artikel "Masalah Papan untuk Generasi Masa Depan", kita telah membahas bagaimana mimpi generasi masa depan untuk punya rumah semakin berat dikejar. Gaya hidup jadi salah satu faktor. Lewat artikel ini, kita dalami perkara itu.
Bagaimana jika kami katakan, kopi Anda, jalan-jalan Anda, dan beban anggaran untuk gaya hidup Anda yang lain adalah salah satu faktor kunci yang mempersulit langkah mewujudkan mimpi memenuhi kebutuhan papan? Bahwa keinginan memiliki hunian sejatinya ada di dalam diri hampir setiap orang. Namun, tak semuanya menyadari bahwa jalan ke sana amat terjal.
Kami berbincang dengan Aidil Akbar Madjid, seorang perencana keuangan. Aidil Akbar mengatakan, pola konsumsi anak muda, khususnya milenial yang cenderung menghabiskan uangnya untuk membeli pengalaman ketimbang aset jadi salah satu faktor yang membuat mereka makin sulit memiliki rumah.
"Kebanyakan dari mereka itu uangnya habis untuk travelling, untuk ngopi-ngopi. Mereka lebih mengumpulkan experience daripada aset," kata Aidil Akbar dihubungi VOI beberapa waktu lalu.
Untuk membuktikan pandangan itu, kami melakukan survei yang kami lempar ke media sosial, tentang bagaimana anak muda mengelola keuangannya. Ada seratus responden yang berpartisipasi mewakili suara kelompok usia muda. 68 responden berusia 22 hingga 25 tahun, 26 responden berumur 26-30 tahun, serta enam orang lain yang berusia di atas 30 tahun.
Menurut survei, 61 responden mengaku tak mempersiapkan dana tabungan untuk membeli rumah, meski mereka mengakui niatan itu ada. Dengan angka yang jauh lebih kecil, hanya 25 responden yang menyatakan telah menyiapkan dana untuk memenuhi kebutuhan papan mereka. Sisanya, 14 responden mengaku belum memiliki minat untuk membeli rumah sama sekali.
Poin selanjutnya dalam survei adalah tentang minat mereka mengikuti program kredit pemilikan rumah (KPR) untuk mewujudkan mimpi membeli papan. Kami mendapat hasil menarik, di mana jumlah responden --yang kami suguhi jawaban "Ya" dan "Tidak"-- terbagi rata dalam angka 50:50. Mayoritas responden menyatakan tertarik dengan KPR bertenor 15 sampai 20 tahun.
Responden yang tertarik dengan pembelian rumah jalur KPR menyampaikan bermacam alasan. Pertama, mereka menyadari harga properti yang tak pernah berhenti naik. Selain itu, mereka juga sadar, lebih baik mengalokasikan dana untuk mencicil rumah ketimbang mengalokasikan dana untuk menyewa rumah.
Alasan kedua bertalian dengan kondisi 35 responden yang menyatakan mengeluarkan dana untuk menyewa kontrakan atau indekos. Mereka menyadari menyewa rumah bukan perkara sepele. Para responden menyatakan jumlah beragam yang harus mereka keluarkan untuk menyewa rumah: Rp400 ribu hingga Rp5 juta.
Meski jumlah responden yang telah menyiapkan langkah untuk beli rumah amat kecil, sejatinya mereka bukannya tak menabung. Dari seratus responden, 30 di antaranya menyisihkan uang untuk menabung dengan nilai Rp500.000 per bulan. Sementara, sebanyak 29 orang lain memutuskan untuk menabung Rp1 hingga Rp2 juta per bulan. Lainnya, sebelas orang lain menabung di atas Rp3 juta per bulan. Lalu, ke mana mereka mengalokasikan tabungan itu?
Gaya hidup
Survei kami juga mendalami bagaimana para responden mengelola pembiayaan untuk gaya hidup mereka. Pertama, soal biaya nongkrong. Menurut survei, 55 dari seratus responden mengaku menyisihkan bujet khusus untuk nongkrong.
Angkanya lumayan. Di kisaran Rp300 hingga Rp500 ribu per bulan. 45 responden lain menyatakan sebaliknya. Alasannya macam-macam. Namun, mayoritas melihat aktivitas nongkrong sebagai hal situasional sehingga tak memerlukan anggaran khusus.
Dalam persoalan nongkrong ini, para responden juga mengaku memilih tempat yang semurah mungkin untuk nongkrong. Sebab, bagi mereka, kualitas pertemanan tak pernah diukur dari di mana mereka menghabiskan waktu kongko.
Dengan kata lain, anggapan bahwa anak-anak muda teramat boros dalam menghamburkan uang nongkrong tak sepenuhnya benar. Meski penting, mereka sadar tak perlu menghabiskan banyak uang untuk nongkrong.
Nongkrong bukan satu-satunya hajat anak muda memenuhi gaya hidupnya. Hari ini, kehidupan anak muda dihadapkan pada banyak layanan hiburan. Dari musik hingga film. Dari Spotify hingga Netflix. Sebanyak 70 responden menyatakan mengeluarkan bujet khusus untuk hiburan. 33 di antara mereka menyisihkan Rp150 hingga Rp300 ribu. Sementara, 22 lainnya mengaku alokasi dana hiburan mereka kurang dari Rp100 ribu. Sisanya mengeluarkan dana Rp350 hingga Rp500 ribu.
Dari survei ini, kami mengamini anggapan banyak orang tentang rendahnya kesadaran anak muda mempersiapkan langkah untuk beli hunian. Meski begitu, survei ini juga dapat membantah bahwa kebiasaan nongkrong adalah penyebab utama dari berbagai kesulitan keuangan yang dialami anak-anak muda. Maka, edukasi dalam mengelola keuangan memang harus dilakukan. Termasuk bagaimana mendorong anak-anak muda mengalokasikan dananya untuk kebutuhan aset. Dalam hal ini rumah.
Artikel Selanjutnya: Patungan Rumah Bersama Kekasih Memang Indah, Apalagi Jika Tak Melihat Risikonya