Buka Data OTT KPK, Febri Diansyah Sindir Buzzer: Biar Paham dan Tidak Asal Klaim

JAKARTA - Mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengapresiasi kerja penyelidik dan tim pendukung yang baru saja menggelar operasi tangkap tangan (OTT) dan menjerat Bupati Musi Banyuasin nonaktif, Dodi Reza Alex Noerdin pada Jumat, 15 Oktober kemarin.

Hanya saja, ia meminta para pendengung atau buzzer di media sosial tak lantas mengklaim operasi senyap ini behasil membuktikan KPK saat ini lebih baik dari sebelumnya. Apalagi, hingga Oktober ini, baru lima kali komisi antirasuah menggelar OTT.

"OTT KPK ke-5 di tahun 2021 (yg kasusnya ditangani KPK) Kerja Penyelidik & tim pendukung patut dihargai meskipun menggelikan ketika buzzer simpulkan OTT ini jd bukti kerja KPK sekarang lebih baik," tulis Febri mengawali utas di akun Twitternya @febridiansyah, Minggu, 17 Oktober.

Dia pun membuka data operasi tangkap tangan yang dimilikinya dan meminta semua pihak memperhatikannya. "Biar paham & tdk asal klaim, lihat data OTT KPK dari thn 2005-Sept 2021 ini," ungkap pegiat antikorupsi itu.

Dalam data tersebut terlihat pada 2021, KPK hanya melaksanakan empat operasi senyap hingga September lalu. Sementara pada 2020, komisi antirasuah hanya melaksanakan tujuh OTT. Sedangkan pada 2019 ada 21 OTT yang dilaksanakan dan terbanyak terjadi pada 2018 dengan 30 OTT.

Dengan berdasarkan data itu, Febri mengatakan penurunan kinerja KPK yang didasari jumlah OTT ini ternyata berkolerasi dengan turunnya tingkat kepercayaan publik. Meski tak tahu sebabnya tapi hal ini dibuktikan dengan temuan sejumlah lembaga survei di Tanah Air.

"Survei @LSI_Lembaga dan @indikatorcoid ini menunjukkan tahun 2019 KPK berada di urutan pertama paling dipercaya (86), turun smpai 2021 pd urutan ke-4 (65) dan berada di bawah Polri," ujarnya.

Lebih lanjut, Febri tahu ada banyak pihak yang nantinya akan merespons dengan mengatakan ukuran pemberantasan korupsi jangan hanya dilihat dari OTT yang dilakukan tapi indeks yang lebih luas. Namun, dia mengingatkan pihak-pihak itu untuk memperhatikan Corruption Perception Index yang dikeluarkan Transparency International Indonesia (TII).

Dalam indeks persepsi itu, angka Indonesia justru anjlok 3 poin dibanding tahun sebelumnya dari 40 menjadi 37. Sehingga, ia meminta semua pihak benar-benar menyampaikan komitmen kuat dalam pemberantasan korupsi bukan hanya sekadar omongan belaka.

"CPI Indonesia yg turun dari 40 jd 37 di th 2020 itu dipengaruhi 9 indeks survei lain. Lihat nih mana yg turun bhkan smpai 12 poin, konstan dan hanya 1 yg naik, itupun paling rendah.. @TIIndonesia. Jd kalau ada yg klaim Pemberantasan Korupsi terus membaik, sbaiknya bercermin," tegas Febri.

"Yg lebih menyedihkan, pada tahun 2020, diantara 17 negara di Asia, kita “juara” 3 dg tingkat suap tertinggi menurut Global Corruption Barometer (GCG) @TIIndonesia. Butuh komitmen politik yg sangat kuat, konsisten dan tdk hanya berdasarkan “omongan” utk perbaiki situasi ini," pungkas Febri menyelesaikan utasnya.