Polri: Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Sistem
JAKARTA - Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono mengatakan, status red notice buronan kasus cessie (hak tagih) Bank Bali terhapus otomatis dari National Central Bureaus (NCB) Interpol karena masa berlakunya sudah habis, dan tidak ada permintaan perpanjangan dari Kejaksaan Agung.
Dia merinci, awal penerbitan red notice pada 2009 dan berlaku selama 5 tahun. Sehingga pada 2014 habis dan sistem secara otomatis akan menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar buronan interpol.
"Delete by system sesuai dengan article nomor 51 di interpol rules processing of data itu pasal 51 di article 51 itu ada tertulis delete automatical disana," ucap Argo di Jakarta, Jumat, 17 Juli.
Baca juga:
Namun, informasi nama Djoko Tjandra telah terhapus dari daftar buronan interpol baru diketahui di 2015. Ketika itu, muncul isu jika Djoko muncul di Papu Nugini.
Sehingga, Divisi Hubungan Internasional Polri menyurati pihak Dirjen Imigrasi untuk memasukan nama Djoko Tjandra di daftar hitam pada 12 Februari 2015.
"Kenapa (masuk) DPO, karena (red notice) sudah terdelete by system pada 2014. Kemudian itu sudah upaya Polri," kata Argo.
Kemudian, soal adanya surat dari NCB Interpol kepada Ditjen Imigrasi pada Mei 2020, sambung Argo, surat itu bukanlah penghapusan red notice Djoko Tjandra. Melainkan, penyampain informasi soal telah terhapus by sistem.
"Kemudian, teman-teman sampaikan ada surat dari NCB Interpol ke Ditjen Imigrasi Mei 2020 kemarin, yang ditanda tangan oleh Sekretaris NCB (Brigjen Pol Nugroho S Wibowo) jadi, ini bukan penghapusan tapi penyampaian. Dia menyampaikan bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra sudah terhapus by sistem," pungkasnya.
Sekadar informasi, Djoko Tjandra merupakan buronan kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung.
Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Selain itu, Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Akhirnya, majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara terjadap Djoko Tjandra dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara.