Anies Hadiri Pemeriksaan KPK, NasDem: Bukti Taat Hukum
JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi terkait dugaan korupsi pengadaan tanah Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Ketua Fraksi NasDem DPRD DKI Wibi Andrino memandang, kedatangan Anies ke KPK membuktikan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu merupakan orang yang taat hukum.
"Kita harus mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Tetapi yang pasti, kehadiran Pak Anies ke KPK adalah bukti dirinya taat hukum, dan menghormati penegak hukum," kata Wibi kepada wartawan, Selasa, 21 September.
Wibi yakni KPK bersikap profesional dalam menangani kasus korupsi yang dilakukan mantan Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya, Yoory C. Pinontoan ini.
"Saya yakin KPK akan profesional. Tentunya KPK tidak boleh bekerja berdasarkan orderan atau pesanan dari pihak manapun," ucap Wibi.
Dari keterangan yang diberikan Anies dan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi pada hari ini, anggota Komisi A DPRD DKI tersebut berharap KPK dapat mengupas tuntas kasus korupsi di Jakarta.
"Tentu KPK memiliki tugas untuk membongkar siapa saja yang bermain, atau terlibat. Apalagi, di KPK ini kan tidak ada istilah SP3. Jadi saya harap ini dapat diusut tuntas," ujar Wibi.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, penyidik KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Anies dan Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi. Keduanya yang hadir dalam pemeriksaan ini menjadi saksi untuk Yoory Corneles, eks Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang jadi tersangka.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka yaitu Direktur dan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo yaitu Tommy Adrian serta Anja Runtuwene, mantan Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles, dan Direktur PT Aldira Berkah Abadi Makmur (ABAM) Rudy Hartono Iskandar.
Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korupsi korporasi.
Dugaan korupsi ini terjadi saat Perumda Pembangunan Sarana Jaya yang merupakan BUMD di bidang properti mencari tanah di wilayah Jakarta untuk dimanfaatkan sebagai unit bisnis maupun bank tanah. Selanjutnya, perusahaan milik daerah ini bekerja sama dengan PT Adonara Propertindo yang juga bergerak di bidang yang sama.
Akibat dugaan korupsi ini, negara diperkirakan merugi hingga Rp152,5 miliar. Para tersangka diduga menggunakan uang ini untuk membiayai kebutuhan pribadi mereka.