Ditanya soal Salurkan Pegawai Tak Lolos TWK ke BUMN, Ghufron: Sejak Kapan KPK Jadi Penyalur Tenaga Kerja?

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menegaskan pihaknya tidak menyalurkan atau mengalihkan pegawainya yang tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan bakal diberhentikan pada 30 September mendatang. Apalagi, lembaganya bukan penyalur tenaga kerja.

"Itu bukan mengalihkan atau menyalurkan. Sejak kapan KPK jadi penyalur tenaga kerja," katanya dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Rabu, 15 Agustus.

Dia mengatakan para pegawai tentu harus membuat surat permohonan terlebih dahulu. Tapi, hal ini dilakukan karena Pimpinan KPK masih memikirkan pegawainya yang telah berdedikasi dalam pemberantasan korupsi.

"Jadi bukan menyalurkan, mengalihakan tapi ini tanggung jawab pimpinan memikirkan mereka dan keluarganya karena dedikasi ke KPK serta banyak jasa dan kami respect akan hal tersebut," tegas Ghufron.

Senada, Ketua KPK Firli Bahuri juga mengatakan para pegawai yang ingin bekerja di tempat lain usai diberhentikan dapat membuat surat permohonan pada Pimpinan KPK. Namun, dia menegaskan tak ada paksaan bagi puluhan pegawai tersebut.

"Permohonan itu yang kami urusi. Kalau ada yang enggak ingin itu hak pribadi perorangan. Enggak bisa dipaksa, silakan ada pilihan," tegas eks Deputi Penindakan KPK tersebut.

"Kami enggak ada menawarkan atau meminta tapi kami menampung keinginan pegawai kalau ada," imbuh Firli.

Sebelumnya, 57 pegawai yang dinyatakan tak lulus TWK akan diberhentikan pada akhir September mendatang. Keputusan ini diambil karena mereka tak bisa menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sesuai mandat UU KPK Nomor 19 Tahun 2019.

Hanya saja, ketidakbisaan mereka menjadi ASN bukan karena aturan perundangan seperti Perkom KPK Nomor 1 Tahun 2021 melainkan karena hasil asesmen mereka.

KPK juga memastikan para pegawai telah diberikan kesempatan yang sama meski mereka telah melewati batas usia atau pernah berhenti menjadi ASN sebelumnya.

Ada pun pemberhentian tersebut dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah (PP) nomor 63 tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK pasal 18 dan 19 ayat (3) huruf d dengan alasan pemberhentian karena tuntutan organisasi.

Sebagai informasi, sebanyak 75 pegawai KPK awalnya dinyatakan tidak lolos atau tidak memenuhi syarat dalam proses asesmen TWK sebagai syarat alih status pegawai. Dari jumlah tersebut, 24 pegawai di antaranya bisa dibina meski belakangan hanya 18 pegawai yang ikut pelatihan Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan.

Sehingga total pegawai yang dianggap tak bisa dibina dan tak mau menjalankan pelatihan karena permintaan mereka akan kejelasan hasil TWK belum diberikan berjumlah 57 orang.

Mereka yang tak lagi bisa bekerja di KPK karena tak lolos TWK dan dianggap tak bisa lagi dibina melalui pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.