JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pemberhentian 57 pegawai yang tak lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) sudah sesuai aturan berlaku. KPK juga membantah jika ada yang menyatakan keputusan ini diambil secara cepat untuk tujuan tertentu.
Hal ini disampaikan pimpinan KPK karena sebelumnya pemberhentian dilaksanakan pada akhir Oktober mendatang atau efektif sejak 1 November.
"Kami tunduk pada undang-undang jadi tidak ada istilah percepatan atau perlambatan. Sesuai keputusan saja," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI, Rabu, 15 September.
Firli juga menegaskan pemberhentian ini tidak perlu menunggu hingga akhir Oktober atau tepat dua tahun setelah berlakunya UU KPK Nomor 19 Tahun 2019 yang jadi dasar alih status pegawai. Menurutnya, pemberhentian ini bisa dilakukan waktu batas maksimal.
Lagipula, pemberhentian Novel Baswedan dkk yang tak lolos TWK ini menurut Firli hanya maju setengah bulan dari jadwal sebelumnya.
Senada, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga menyatakan tak ada masalah dengan percepatan pemberhentian tersebut. Dia bahkan mencontohkan hal ini juga terjadi ketika seseorang menempuh pendidikan di mana makin cepat diselesaikan, kata dia, akan makin baik.
"Namanya paling lama anda boleh menyelesaikan sekolah maksimal 4 tahun kata orang tuanya, paling lama, kalau bisa satu tahun kan alhamdulilah," kata Ghufron dalam kesempatan yang sama.
Dia memastikan KPK telah berkoordinasi dengan pemerintah dalam hal ini Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terkait hasil TWK. Ghufron mengatakan, rapat koordinasi dengan kedua lembaga tersebut dilakukan pada 13 September lalu usai MK dan MA mengeluarkan putusan.
"Karena kami ingin memberikan keputusan itu berdasarkan hukum yang kuat karena permasalahan ini diajukan lembaga negara yang memiliki kompetensi yakni ke MK dan MA," ungkap Ghufron.
BACA JUGA:
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 75 pegawai KPK awalnya dinyatakan tidak lolos atau tidak memenuhi syarat dalam proses asesmen TWK sebagai syarat alih status pegawai. Dari jumlah tersebut, 24 pegawai di antaranya bisa dibina meski belakangan hanya 18 pegawai yang ikut pelatihan Bela Negara dan Wawasan Kebangsaan.
Sehingga total pegawai yang dianggap tak bisa dibina dan tak mau menjalankan pelatihan karena permintaan mereka akan kejelasan hasil TWK belum diberikan berjumlah 57 orang.
Ada pun mereka yang tak lagi bisa bekerja di KPK karena tak lolos TWK dan dianggap tak bisa lagi dibina melalui pendidikan bela negara dan wawasan kebangsaan di antaranya penyidik senior KPK Novel Baswedan dan Ambarita Damanik, Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, penyelidik KPK Harun Al-Rasyid, serta puluhan nama lainnya.