Wanti-Wanti Amandemen UUD 1945 dan Sikap Baru Jokowi
JAKARTA - Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, mewanti-wanti soal isu amandemen UUD 1945 yang kembali memanas. Menurut Mardani, pada prinsipnya dalam pasal 37 diberikan ruang untuk melakukan amandemen, dengan catatan harus lebih teliti dalam menjaga konstitusi.
"Jangan sampai adanya amandemen ini disusupi oleh kepentingan-kepentingan kelompok yang bukan mewakili kepentingan rakyat," ujar Mardani di Jakarta, Sabtu, 11 September.
Mardani menilai isu amandemen harus dilihat berdasarkan teori dan praktik di lapangan. Sebab, kata dia, politik merupakan seni ketidakmungkinan.
"Kita harus betul-betul mampu melihat siapa bermain, apa target dan tujuannya, lihat bagaimana kondisi anatomi masalahnya dan kira kita proyeksinya mau ke mana," kata Mardani.
Anggota Komisi II DPR RI ini menjelaskan, perlu sosialisasi yang jelas ke masyarakat untuk melakukan amandemen UUD 1945. Pasalnya, amandemen ini juga akan berdampak pada kehidupan masyarakat dan warga negara.
"Pertama adalah pastikan tujuan amandemen itu tersosialisasikan dengan baik. Karena dia ada di rujukan konstitusi kita harus dirujuk dia bukan cuma konsumsi elite tapi juga konsumsi kelas menengah, konsumsi akademisi, konsumsi media. Bahkan pelajar pun kita ajak bincang. Karena ini sikap kenegarawanan, ketika kita bicara konstitusi, maka mindsetnya harus mindset negarawan," jelas Mardani.
Selain itu, tambahnya, sosialisasi amandemen juga harus dilakukan secara masif. Jika tidak dilakukan secara masif dan jelas motifnya, maka layak untuk ditolak usulan amandemen tersebut.
"Kalau negarawan, what can you do for your country. Sehingga kalau sosialisasi tidak masif, inisiatifnya tidak jelas motifnya dan ada ketertutupan dalam proses, hampir bisa dipastikan bahwa ini adalah pesanan dan kita harus menolaknya dengan tegas," demikian Mardani.
Lantas, bagaimana sikap terbaru Presiden Jokowi dalam menyikapi isu amandemen ini?
Sikap Politik Jokowi
Presiden Joko Widodo menyatakan tidak akan mencampuri MPR RI sama sekali soal amandemen Undang Undang dasar 1945, khususnya terhadap masa jabatan presiden.
Baca juga:
- Pihak Keluarga Siapkan Rp648 Juta Demi Tahu Pembunuh Mahasiswi yang Dibakar Tahun 1996
- Sanksi Tak Cukup, Dugaan Kongkalikong Hollywings dengan Aparat Harus Diusut
- Alasan Polisi Tolak Laporan UU ITE atas MS, Terduga Korban Pelecehan Seksual di KPI
- Nikmatnya Ikut Serbuan Vaksin TNI di KM 10 Tol Jagorawi, Disuntik Sambil Dilirik Putri Indonesia
Juru bicara Presiden Joko Widodo, Fadjroel Rachman, menyampaikan Jokowi sudah menyatakan sikap politik untuk sejalan dengan UUD 45 yakni masa jabatan hanya dua periode.
"Presiden sudah menunjukkan sikap politik dan ini tidak mencampuri agendanya MPR. Kami hanya mengatakan sikap politik Presiden Joko Widodo Bahwa beliau setia pada Undang-Undang Dasar 45," kata Fadjroel, Sabtu, 11 September.
Fadjroel menuturkan, Jokowi tetap berpegang pada konstitusi khususnya pasal 7 UUD 1945 yang mengatakan 'Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan'.
"Beliau tegak lurus pada pasal 7 Undang Undang Dasar 45 dan kemudian beliau juga sudah mengatakan, selain 3 periode perpanjangan pun tidak," tegas Fadjroel.
"Ini sikap politik Presiden, karena kami tidak boleh mencampuri amandemen maupun agenda amandemen," tambahnya.
Kendati demikian, Fadjroel menyatakan pemerintah juga tidak bisa melarang apabila ada pihak yang mewacanakan amandemen. Ia menyebut wacana dari tiap warga negara adalah hak konstitusional.
"Ini kan hanya hak konstitusional saja kalau berwacana, itu deh yang kita pegang. Sepanjang tidak melanggar hukum, tidak melanggar peraturan undang-undang yang berlaku," pungkasnya.