Heran Anies Baswedan Lebih Bayar Berkali-kali, Ferdinand ke Firli Bahuri: Harus Punya Nyali Ungkap Korupsi

JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta diketahui berkali-kali dalam melakukan kelebihan bayar. Ragam kritik pun disampaikan pada Anies Baswedan sebagai orang nomor satu mengenai buruknya tata kelola pemerintahan.

Mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean ikut buka suara dengan kasus kelebihan bayar ini. Ferdinand heran, kok bisa kelebihan bayar terjadi berkali-kali di Pemprov DKI.

Mulai dari kelebihan bayar pengadaan alat rapid test COVID-19 pada 2020 dengan nilai Rp1,1 miliar, pembayaran gaji pegawai yang sudah wafat dan pensiun senilai Rp862 juta, lebih bayar Rp6,5 miliar pada 4 paket alat pemadam kebakaran. 

"Ada apa sebetulnya, mengapa begitu banyak dugaan korupsi, kelebihan bayar mulai dari Formula E, ada macam-macam kelebihan ini itu, tapi mengapa KPK atau kejaksaan tidak juga turun untuk memeriksa? Apakah ini benar di korupsi atau sebuah keteledoran, ketidaksengajaan,?"

"Logika sehat, waras, manusia normal melihat ini celah korupsi yang memang direncanakan. Masa kelebihan bayar kok berkali-kali. Gaji karyawan yang sudah meninggal masih dibayar ini dugaan sudah permainan, dugaan korupsi," tegas Ferdinand lewat kanal Youtube @Ferdinand Hutahaean, Rabu, 11 Agustus. 

Oleh karena itu Ferdinand mendesak Firli Bahuri dan pimpinan KPK yang lain hingga kejaksaan serius dalam merespons kelebihan bayar ini. Sampaikan kepada rakyat bila ada intervensi ke KPK, menghalang-halangi penyidik untuk mengusut lebih lanjut kelebihan bayar.

"Jadi pimpinan KPK kalau memang tidak berani, tidak bernyali sampaikan ke rakyat, kalau tidak berani biar kami yang turun biar rakyat yang mengadili. Kami tunggu kinerja KPK, tunjukan KPK ini lembaga yang paling menakutkan bagi korupsi," demikian Ferdinand.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam beberapa kesempatan telah menjawab hasil audit BPK kasus kelebihan bayar ini. Anies mengklarifikasi beberapa hal terkait temuan BPK pada saat sidang paripurna 2 Agustus.

Terkait pemborosan atas pengadaan masker dan alat rapid test COVID-19 misalnya, menurut Anies hal itu telah ditindak lanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK. "Sudah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi BPK," kata Anies. 

Selain itu, soal kelebihan bayar pada pembelian paket pengadaan alat mobil pemadam, Anies juga bilang temuan tersebut telah ditindak lanjuti. "Dan dikembalikan ke Kas Daerah."

Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan DKI Widyastuti mengatakan masalah pengadaan masker dan rapid test, itu sebetulnya kegiatan tahun 2020 dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK. "Itu kegiatan di tahun 2020 dan sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK dan tidak ditemukan kerugian negara," kata dia kepada wartawan 6 Agustus.

Menurut Widyastuti masalah kelebihan bayar masker dan alat tes COVID-19 ini hanya masalah administrasi. "Tidak ada kerugian negara, itu hanya masalah administrasi saja."

Widyastuti juga menjelaskan alasan ada perbedaan harga pengadaan masker. "Itu kan Awal awal dulu kan masker sulit sehingga banyak sekali jenis yang ada. Nah tentu kita sesuai dengan spek yang diminta dengan masukan dari user," kata dia.