Perusahan Keamanan Siber Ungkap Aktivitas Peretas China, Incar Israel hingga Iran
JAKARTA - China disebut telah meretas puluhan kelompok sektor publik dan swasta Israel, Iran, Arab Saudi dan berbagai negara lain, perusahaan keamanan siber internasional FireEye mengumumkan Selasa.
Serangan siber besar-besaran menjadi bagian dari strategi mata-mata jangka panjang di bidang persaingan kemajuan teknologi dan bisnis, yang bertentangan dengan upaya apa pun untuk secara langsung merugikan negara atau bisnis target mana pun.
Menurut FireEye seperti dikutip dari Jerusalem Post, Selasa 10 Agustus, Beijing tidak melakukan diskriminasi di sepanjang garis patahan mana pun di kawasan itu, menggunakan alat sibernya untuk memata-matai berbagai negara Timur Tengah, yang sering berselisih satu sama lain, sementara semuanya melakukan bisnis dengan China.
Tujuannya untuk mendapatkan keunggulan dalam mencapai hasil negosiasi yang lebih baik, dalam hal penetapan harga dengan melihat diskusi dan penilaian email internal, serta untuk menyesuaikan perkembangan teknologi utama tertentu jika memungkinkan.
Selain itu, serangan tersebut terkait dengan serangkaian luas eksploitasi siber terhadap celah di Microsoft Sharepoint yang diumumkan oleh Direktorat Siber Nasional Israel (INCD) pada tahun 2019, dan bukan merupakan serangan yang dampak maksimalnya dirasakan saat ini.
Kendati demikian, INCD ketika itu cenderung tidak menyebutkan nama negara tertentu yang terlibat dan tidak akan menyebutkan nama China pada Hari Selasa.
Diperkirakan beberapa entitas sektor publik dan swasta Israel mulai mengatasi serangan itu, sesaat setelah kerentanan Sharepoint diumumkan pada 2019. Tetapi dalam kasus lain, mata-mata China di Israel disebut terus berlanjut hingga akhir 2020.
Waktu pengumuman saat ini tampaknya sesuai dengan pengumuman oleh pemerintah di Eropa, Asia, AS dan NATO pada Bulan Juli, tentang serangan siber besar-besaran serupa yang dilakukan oleh China.
China secara umum menyangkal, tetapi pada saat bersaman secara off-the-record mengeluh bahwa AS dan negara-negara lain memiliki standar ganda, mengatakan jika bisnis AS tidak melakukan spionase, NSA melakukannya.
Namun, toleransi terhadap serangan siber China telah turun secara global karena popularitasnya anjlok menyusul krisis virus corona, demokrasi di Hong Kong, masalah di Laut China Selatan dan tuduhan kejahatan perang dalam perlakuannya terhadap etnis minoritas Muslim Uighur dan lainnya di Xinjiang.
Diketahui, Israel memiliki hubungan bisnis yang cukup intens dengan China, dengan Beijing disebut berencana membuka pelabuhan baru di Haifa, Israel. Kendati demikian, Israel juga mulai memperbaiki posisi tawarnya, sekaligus menghindari konfrontasi langsung dengan China.
Jauh sebelumnya, mantan kepala INCD Buky Carmeli mengkonfirmasi kepada Jerusalem Post pada Agustus 2018, China dan pusat kekuatan dunia maya lainnya telah terlibat dalam mata-mata di seluruh sektor publik dan swasta Israel, tetapi mereka belum mencapai 'permata mahkota' negara dalam istilah digital.
Baca juga:
- Otoritas Bangladesh Mulai Vaksinasi COVID-19 untuk Puluhan Ribu Pengungsi Muslim Rohingya di Cox's Bazar
- Prancis Wajibkan Warganya Tunjukkan 'Tiket Bebas COVID-19' untuk Akses Kafe hingga Layanan Kesehatan
- Kian Mesra dengan Beijing, Pemimpin Hong Kong Dukung Penerapan Undang-Undang Anti-sanksi
- Varian Delta Picu Lonjakan Kasus Infeksi COVID-19 di AS, ICU Rumah Sakit Kehabisan Tempat Tidur
Sementara itu, mengutip Haaretz, Sanaz Yashar, yang memimpin penyelidikan FireEye terhadap target Israel mengatakan, salah satu faktor yang mungkin dalam serangan itu adalah Inisiatif Sabuk dan Jalan China, yang dimaksudkan untuk menciptakan jalur darat dan air yang berkelanjutan di seluruh dunia untuk produk-produk China.
Sanaz mengatakan, inisiatif ini terkait dengan proyek infrastruktur besar yang melibatkan China, termasuk di Israel, seperti pelabuhan atau rel kereta api.
"Kepentingan China lainnya di Israel adalah sektor teknologinya. Ada banyak perusahaan Israel yang terlibat dalam bidang yang menjadi inti kepentingan China, sebagaimana tercermin dalam rencana lima tahun mereka," jelasnya.
"Tujuan mereka tidak selalu untuk mencuri kekayaan intelektual. Mungkin mereka benar-benar mencari informasi bisnis, tambahnya.