Aturan Perjalanan Baru Pegawai KPK yang Timbulkan Polemik Karena Dianggap Legalkan Gratifikasi

JAKARTA - Peraturan baru yang diterbitkan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengatur perjalanan dinas pegawai kini dibayari oleh panitia penyelenggara negara berpolemik. Penyebabnya aturan ini dianggap melegalkan gratifikasi oleh sejumlah pendahulu Firli Bahuri dkk.

Mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan aturan baru yang diterbitkan oleh Firli Bahuri dkk itu dapat meruntuhkan marwah komisi antirasuah dan dianggap melegalkan gratifikasi. Padahal, selama ini KPK sangat kuat dalam menjaga integritas para pegawainya.

"Perkom (Peraturan Komisi) ini sama sekali sudah melegalkan gratifikasi dan ini akan meruntuhkan marwah dan wibawa KPK yang selama ini sangat kuat menjaga integritas insan KPK," kata Abraham kepada wartawan, Senin, 9 Agustus.

Adapun aturan tentang pembiayaan perjalanan dinas ini diatur dalam Peraturan Pimpinan KPK (Perkom) 6 Tahun 2021 tentang Perjalanan Dinas di Lingkungan KPK. Lembaga ini berdalih perubahan dilakukan untuk menyesuaikan status pegawai KPK yang kini menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Abraham mengatakan jika Perkom ini dilaksanakan maka Pimpinan KPK sama saja tengah berusaha menghancurkan dan mematikan integritas para pegawainya.

"Jadi yang menghancurkan dan mematikan KPK sebenarnya Pimpinan KPK itu sendiri dengan kebijakan Perkomnya ini," tegasnya.

Eks Pimpinan KPK Bambang Widjojanto juga mengkritisi kebijakan ini dengan mengatakan aturan baru ini telah mengabaikan nilai dan prinsip dalam kode etik dan bernuansa koruptif.

Selain itu, kebijakan ini juga dianggap berpotensi fraud karena Pasal 2A Perkom Nomor 6 Tahun 2021 hanya bersifat generik. Sehingga rumusan tersebut bisa membuka peluang perilaku koruptif karena dapat menimbulkan modus baru.

"Tidak dijelaskan sama sekali, apa saja komponen biaya dari perjalanan dinas? Perpim KPK tersebut juga tidak mengatur secara rinci, siapa saja pihak yang dapat mengundang, apa dasar kepentingan undangan dan bagaimana melakukan filtering agar tidak menimbulkan benturan kepentingan," jelas BW.

Alih-alih membuat aturan yang kontroversial, dia mengingatkan Firli Bahuri dkk harus punya kesadaran untuk mendahulukan aturan yang akan dirumuskan. BW meminta Pimpinan KPK memprioritas membuat aturan yang berkaitan dengan sikap dan perilaku pada hubungan, komunikasi, atau pertemuan dengan pihak lain yang berpotensi kuat dapat menimbulkan benturan kepentingan.

"Jauh lebih baik jika Pimpinan KPK melaksanakan program yang direncanakannya sendiri dan/atau memberi prioritas pada program yang ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan KPK ketimbang wira-wiri menghadiri undangan," tegasnya.

Berupaya meluruskan maksud dari aturan ini, KPK menggelar konferensi pers yang dihadiri oleh Sekjen KPK Cahya H Harefa.

Dia mengatakan pembiayaan perjalanan dinas sesuai aturan terbaru bukanlah bentuk suap dan gratifikasi. Apalagi, dalam pelaksanaannya ada standar nominal yang harus diikuti sehingga tidak bisa sembarangan dalam pelaksanaannya.

"KPK mengingatkan kembali bahwa biaya perjalanan dinas merupakan biaya operasional untuk melaksanakan suatu kegiatan yang diatur dan memiliki standar nominalnya bukan gratifikasi apalagi suap," kata Cahya dalam konferensi pers yang ditayangkan di YouTube KPK RI.

Dirinya menjelaskan penyesuaian aturan ini merupakan buntut dari alih status kepegawaian KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sejak 1 Juni lalu. Selain itu, aturan ini juga disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK/05/2012 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap.

Sehingga, pembiayaan perjalanan dinas hanya dibebankan pada panitia jika pegawai akan mengikuti rapat, seminar, dan kegiatan sejenisnya.

"Namun dalam hal panitia penyelenggara tidak menanggung biaya perjalanan dinasnya maka biaya tersebut dibebankan kepada anggaran KPK dengan memperhatikan tidak adanya pembiayaan ganda dan mengedepankan efesiensi anggaran," jelas Cahya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan KPK juga bisa menanggung biaya perjalanan pihak terkait dalam kegiatan bersama. Namun, seluruh kegiatan pembiayaan perjalanan dinas ini hanya berlaku antar kementerian-lembaga.

"Peraturan ini tidak berlaku untuk kerja sama dengan pihak swasta," tegas Cahya

Dia juga menegaskan para pegawai juga tetap tidak boleh menerima honor ketika mereka menjadi narasumber saat menjalankan tugas KPK.

Komisi antirasuah memastikan celah korupsi maupun konflik kepenting sudah diantisipasi dalam proses pembiayaan ini. Karena dalam pelaksanaannya, para pegawai akan diawasi secara ketat oleh Dewan Pengawas dan Inspektorat KPK.

Tak hanya itu, pembiayaan perjalanan dalam penanganan perkara juga akan tetap dilakukan oleh KPK. Keputusan ini diambil semata-mata untuk menghindari mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan.

"Pembiayaan pada proses penanganan suatu perkara untuk mengantisipasi timbulnya konflik kepentingan, maka KPK memutuskan bahwa seluruh kegiatan tersebut tetap menggunakan anggaran KPK," pungkasnya.