Dewan Pengawas KPK akan Periksa Saksi Lain yang Tahu Firli Naik Helikopter Milik Swasta
Helikopter yang dinaiki Ketua KPK Firli Bahuri (Foto: Dokumentasi MAKI)

Bagikan:

JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pihaknya akan memeriksa sejumlah pihak yang mengetahui peristiwa Ketua KPK Firli Bahuri menaiki helikopter milik perusahaan swasta untuk keperluan pribadinya. 

Sebab, dalam pengusutan peristiwa yang dilaporkan sebagai dugaan pelanggaran kode etik tersebut, Dewas KPK juga membutuhkan keterangan dari pihak lain.

"Pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik, tentunya tidak cukup didasarkan pada keterangan satu orang," kata anggota Dewan Pengawas KPK Syamsuddin Haris kepada wartawan, Senin, 29 Juni.

Dirinya mengatakan, dewan pengawas akan terus mengumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi yang mengetahui peristiwa 

"Dewas masih akan terus kumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak yang tahu, mendengar, melihat, dan/atau memiliki info terkait isu tersebut," tegasnya.

Diketahui, beberapa waktu yang lalu Ketua KPK Firli Bahuri dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK karena menggunakan helikopter berkode PK-JTO milik perusahaan swasta untuk kepentingan pribadinya, yaitu melakukan ziarah kubur makam orang di Baturaja.

Pelaporan ini dilakukan oleh Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan disampaikan melalui surat elektronik.

"MAKI telah menyampaikan melalui email kepada Dewan Pengawas KPK berisi aduan dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli, Ketua KPK atas penggunaan helikopter mewah untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja pada Sabtu, 20 Juni," kata Boyamin dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 24 Juni.

Atas tindakannya itu, MAKI menduga Firli melanggar kode etik. Karena, menurut Boyamin, perjalanan dari Palembang ke Baturaja hanya butuh waktu empat jam perjalanan darat. 

Sehingga, Firli tak seharusnya menggunakan helikopter tapi bisa menggunakan mobil. "Hal ini bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah," ungkapnya.

Keyakinan Boyamin bahwa Firli menunjukkan gaya hidup mewah makin menjadi karena mengetahui helikopter yang digunakan mantan Deputi Penindakan KPK itu, berjenis helimousin. Sebab, helikopter ini pernah digunakan oleh motivator Tung Desem Waringin.

Adapun aturan yang dimaksud adalah Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 Tahun 2020 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi pada poin 27 pengaturan soal integritas, tiap pegawai KPK dilarang menunjukkan gaya hidup hedonisme.

"Tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi," bunyi aturan tersebut.

Selain Boyamin, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menduga Firli menerima gratifikasi karena menggunakan helikopter milik perusahaan swasta untuk kepentingan pribadinya. 

"Jika helikopter ini merupakan fasilitas dari pihak tertentu maka kuat dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi," kata Kurnia, Rabu, 24 Juni.

Atas dugaan tersebut, ICW mendesak KPK melakukan penyelidikan lebih lanjut. Sehingga, dapat diketahui siapa yang memberikan fasilitas helikopter itu, apa motifnya, dan apakah pihak yang memberikan fasilitas tersebut tengah tersangkut kasus yang ditangani oleh lembaga antirasuah tersebut.

"Jika penyelidikan KPK itu membuahkan hasil, maka Komjen Firli Bahuri dapat dikenakan Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman maksimal pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun penjara," ungkap pegiat antikorupsi ini.

Dibela koleganya

Polemik mengenai penggunaan helikopter yang berujung pelaporan Dewas KPK itu ditanggapi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata. Kata Alex, Firli tidak menerima gratifikasi karena dia membayar penggunaan helikopter tersebut. 

Adapun alasan penggunaan helikopter tersebut adalah untuk menghemat waktu tempuh perjalanan dari Kota Palembang ke Baturaja, Sumatera Selatan yang jadi kampung halaman Jenderal bintang tiga itu.

"Kan pertimbangannya dari Palembang ke kampung dia naik mobil itu bisa tujuh jam atau berapa ya, kalau PP itu lebih sehari, padahal cutinya sehari. Makanya menyewa helikopter itu. Bayar kok dia bilang helikopter itu," kata Alexander kepada wartawan di Jakarta, 26 Juni.

"Terlepas apapun pendapat masyarakat, tapi dari sisi efesiensi waktu, itu yang dia pertimbangkan. Karena cuti cuma satu hari," imbuhnya.

Ketua KPK Firli Bahuri belakangan angkat bicara. Dia mengakut tak ingin terlalu menanggapi dugaan pelanggaran kode etik tersebut.

"Saya hanya kerja dan kerja," kata Firli kepada wartawan.

Ketika ditanya lebih jauh perihal perjalanannya menggunakan helikopter tersebut, Firli malah menyebut dirinya juga dilaporkan oleh pihak tertentu saat bertemu dengan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD beberapa waktu yang lalu.

"Hadir di rapat (bersama, red) Menkopolhukam saya juga diadukan," ungkapnya. 

Firli memang beberapa kali melakukan rapat bersama Mahfud MD. Terakhir, dia melakukan rapat di Kantor Kemenkopolhukam pada Senin, 22 Juni. Dalam rapat tersebut, hadir Kapolri Jenderal Polisi Idham Aziz dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Hanya saja, mantan Deputi Penindakan KPK itu tak menjelaskan lebih jauh siapa yang melaporkan dan menyampaikan kalau dia memang benar melaksanakan pertemuan dengan Mahfud MD.

"Saya hanya perlu sampaikan bahwa betul ketemu Menko Polhukam, hanya itu," tegasnya.

Dia tak akan menanggapi lebih jauh soal polemik yang berkembang di masyarakat akibat dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukannya. "Kami kerja saja. Masa waktu kami habis karena merespon kritikan dan aduan," pungkasnya.