PKS: PPKM Darurat Gagal, Hasilnya Jauh dari Harapan
JAKARTA - Anggota Fraksi PKS DPR Bukhori Yusuf, mengkritisi evaluasi pelaksanaan PPKM Darurat selama lebih dari dua pekan yang berjalan mulai 3 - 20 Juli. Menurutnya, pemerintah gagal merealisasikan target penanganan COVID-19 melalui kebijakan pembatasan darurat.
Merujuk pada data dari Kementerian Kesehatan dan Satgas Penanganan COVID-19, kata Bukhori, didapati sejumlah indikator tidak berhasil dicapai oleh pemerintah sepanjang dua pekan pembatasan tersebut.
Di antaranya, pengetesan COVID-19 dengan target 324 ribu per hari, namun realisasi 127 ribu per hari. Pelacakan, target 300 ribu kontak per hari, realisasi 250 ribu per hari.
Penurunan Mobilitas Jawa-Bali, target 30 persen, realisasi 20 persen. Vaksinasi target 1 juta per hari, realisasi: 546 ribu per hari. Positivity Rate, target kurang dari 10 persen, realisasi 25 persen. Dan laju penularan, target di bawah 10 ribu kasus per hari skala nasional, tapi realisasi 34.257 kasus per 19 Juli 2021.
“Harga yang dibayar akibat PPKM ini cukup mahal. Kelangsungan hidup rakyat dibuat terjepit akibat pembatasan darurat yang tidak diimbangi dengan realisasi bantuan sosial yang memadai. Namun, sangat disayangkan kebijakan PPKM Darurat ini hasilnya jauh dari harapan dan capaian,” ujar Bukhori, Rabu, 21 Juli.
Anggota Komisi VIII DPR ini juga menyoroti kasus varian COVID-19 di Indonesia yang tercatat mengalami penurunan sejak tanggal 15 Juli hingga 20 Juli. Mulanya, jumlah penambahan kasus pada 15 Juli terjadi sebanyak 56.757 kasus.
Angka ini menjadi rekor terbanyak untuk penambahan kasus harian yang dilaporkan selama pandemi. Beberapa hari selanjutnya terjadi penurunan secara bertahap menjadi 54.000, 51.952, 44.721, 34.257, dan terakhir 38.325 kasus per 20 Juli 2021.
Namun, Bukhori mencermati adanya kejanggalan dalam melandainya angka kasus harian tersebut lantaran angka pengetesan yang ikut menurun. Sebab itu, dirinya meminta publik untuk tidak terkecoh dan lebih komprehensif dalam melihat data yang disajikan pemerintah.
"Patut diperhatikan seksama, kendati kasus harian yang dilaporkan menurun, namun tren angka laju penularan (positivity rate) kita cenderung meningkat. Artinya, laju penularan virus tetap tinggi dan berbahaya. Hal ini yang seharusnya ditegaskan secara jujur oleh pemerintah dan publik tidak boleh terkecoh oleh ketenangan palsu,” jelas politikus PKS itu.
WHO sebelumnya menetapkan ambang batas minimal angka positivity rate kurang dari 5 persen. Semakin tinggi positivity rate suatu wilayah, maka semakin buruk kondisi pandemi di wilayah tersebut.
Sementara, Satgas Penanganan COVID-19 mengumumkan laju penularan virus COVID-19 di Indonesia per 20 Juli sebesar 33,42 persen. Dengan demikian, angka ini menunjukan laju penularan COVID-19 di Indonesia enam kali lipat lebih tinggi dan jauh dari standar aman WHO.
Selain itu, lanjut Bukhori, tingginya lonjakan kasus di Indonesia turut menarik perhatian media asing. Bahkan ada yang menyebut Indonesia sebagai episentrum penularan COVID-19 dunia. Surat kabar New York Times misalnya, menyebut peningkatan infeksi virus dan kematian harian di Indonesia telah melebihi India dan Brasil.
Baca juga:
Sejumlah negara sahabat telah mengevakuasi warganya dari Indonesia. Diikuti negara lain juga telah mengumumkan travel ban bagi warganya untuk bepergian ke Indonesia
"Artinya, kita diisolasi oleh dunia internasional akibat kegagalan pemerintah mengendalikan pandemi sejak awal. Sebab itu, harus ada evaluasi menyeluruh, termasuk mental para pengambil kebijakan yang kurang merendah pada Sang Pencipta,” kata legislator Jawa Tengah itu.
Anggota Komisi bidang agama itu menilai, semua orang harus paham bahwa wabah ini adalah bagian dari kuasa Tuhan. Untuk itu, kata Bukhori, pesan optimisme kepada masyarakat memang perlu dibangun, tapi jangan sampai menjadi takabur.
"Hilangkan model komunikasi publik yang agresif dan arogan. Dengan bersikap rendah diri terhadap Sang Pencipta, maka yang perlu kita lakukan adalah berdamai dengan yang berkuasa atas virus tersebut, yakni Allah SWT. Pasalnya, kita tidak mungkin menang jika hanya berkutat pada prokes, PPKM ataupun vaksinasi semata,” ungkap Bukhori.
Menurutnya, juga perlu akhlak luhur dari para pemimpin dan dorongan untuk bertaubat mendekatkan diri pada Tuhan.
"Semoga atas izin-Nya kita diperkenankan lepas dari wabah ini,” kata Bukhori.