Padahal, kata dia, Pemerintah terus diingatkan bahwa testing, tracing dan treatment merupakan kunci utama mengendalikan pandemi.
"Sebanyak apa pun kapasitas/SDM yang digelontorkan untuk mengatasi pandemi, akan kalah cepat dengan kecepatan virus ini. Tidak bisa ditawar, sumber penularan mesti segera ditemukan agar rantai infeksi bisa diputus dengan tracing serta treatment," jelasnya.
Dikatakan Mardani, upaya pemerintah juga gagal lantaran masih banyak rumah sakit yang menutup ruang IGD karena tak kuasa menampung pasien. Jumlah tenaga kesehatan juga kian berkurang karena terjangkit COVID-19.
"Bahkan tidak sedikit yang meninggal. Dengan testing yang agresif, pemerintah dapat mengurangi beban fasilitas kesehatan yang mulai kolaps," ungkapnya.
BACA JUGA:
Selain itu, ada masalah interaksi antara petugas dan masyarakat. Menurut Mardani, kasus kekerasan yang terjadi saat penertiban pemberlakukan PPKM Darurat, harus menjadi pelajaran bagi pemerintah.
"Di masa perpanjangan jangan sampai terulang. Masyarakat sudah merasakan dampaknya, ini mesti jadi pelajaran mahal para menteri, khususnya Mendagri," katanya.
Mardani menyebut, Kemendagri dibawah komando Titi Karnavian termasuk telat dalam memberikan arahan. Sebab, baru membuat edaran untuk Satpol PP, padahal ketika itu periode PPKM Darurat sudah mau habis.
"Artinya tidak sedia payung sebelum hujan. Pemberian otoritas/peluang bagi Satpol PP untuk terlibat dlm penegakan PPKM mestinya sudah diprediksi dan jangan salahkan anak buah, pemimpin yang salah. Semua perlu persiapan dan manajemen yang baik," jelasnya.
Mardani juga menilai, Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan adalah jembatan banyak aktor kepentingan saat kondisi COVID-19 mengganas. Tentu, kata dia, ada kesulitan menengahi kebijakan yang disenangi semua pihak.