Satpol PP DKI Akui Bingung Bedakan Sektor Esensial-Nonesensial Saat Penegakan PPKM Darurat, Minta Mendagri Tito Lakukan Ini
JAKARTA - Wakil Kepala Satpol PP DKI Sahat Parulian mengaku pihaknya masih bingung membedakan sektor usaha esensial yang boleh beroperasi saat PPKM daruat dan nonesensial yang wajib tutup.
Padahal, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah menerbitkan Instruksi Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2021 yang memperjelas perusahaan mana yang masuk dalam esensial dan kritikal.
Namun, Sahat mengaku jajarannya masih menemukan kendala. Mereka ragu dalam menentukan suatu perusahaan masuk dalam sektor esensial, nonesensial, atau kritikal saat implementasi di lapangan.
"Ini memang sedikit agak kesulitan di dalam implementasi di lapangan. Kalau kita instruksi Menteri Dalam Negeri itu, memang ada penjelasan sektor esensial maupun kritikal, tapi masih terlalu luas, terlalu makro. Sementara, kita di level pelaksana di lapangan ini (butuh) lebih detail," kata Sahat dalam diskusi virtual, Senin, 19 Juli.
Karenanya, Sahat mengaku sudah menyampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri untuk kembali merevisi Inmendagri dan lebih memperjelas jenis usaha mana yang masuk kategori esensial, nonesensial, dan kritikal.
Baca juga:
- Dari Jokowi Hingga Kepala Daerah Ingatkan Aparat Lebih Humanis saat Awasi PPKM Darurat
- Warga Kabupaten Bekasi Nekat Gelar Pesta Pernikahan saat PPKM Darurat, Dibubarkan Satgas
- Pesan Tegas Gubernur Khofifah untuk Satpol PP: Tetap Humanis dan Manusiawi
- Sita 730 Boks Azithromycin 500mg di Kalideres, Kapolres Ady Wibowo: Bisa Untuk 3.000 Penderita COVID-19
Sehingga, jika ada pedoman yang lebih jelas, hal ni dapat meminimalisasi debat antar petugas di lapangan dan memudahkan jajaran Satpol PP dalam melakukan penindakan bagi pelanggar PPKM Darurat.
"Misalnya, apakah bengkel mobil, bengkel motor, itu masuk pada esensial atau tidak? Nah, ini di lapangan ternyata memang banyak debatable. Ini kami tidak ingin berbeda pandangan dengan teman-teman wilayah kota di dalam mengambil penindakan," ujar Sahat.
"Lalu, apakah yang namanya kantor pengacara, kantor hukum, itu masuk esensial atau nonesensial? Kemarin kami sampaikan juga agar ini juga dimasukkan di dalam revisi Inmendagri," lanjutnya.
Diketahui sebelumnya, Mendagri Tito mengeluarkan Inmendagri Nomor 18 Tahun 2021 sebagai penyempurnaan aturan PPKM Darurat.
Aturan ini merupakan perubahan kedua atas Inmendagri Nomor 15 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat COVID-19 di Wilayah Jawa dan Bali.
Penyempurnaan di Inmendagri Nomor 18 Tahun 2021, yakni terkait dengan pengaturan pada diktum ketiga, Huruf c, angka 1 dan 3 menjadi tiga sektor, esensial, kritikal, dan konstruksi.
Pada sektor esensial dijelaskan bahwa sektor keuangan dan perbankan yang boleh beroperasi hanya meliputi asuransi, bank, pegadaian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan (yang berorientasi pada pelayanan fisik dengan pelanggan atau customer).
Sektor itu dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf untuk lokasi yang berkaitan dengan pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung pelayanan, sedangkan untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional hanya diperkenankan maksimal 25 persen.
Terhadap sektor esensial lainnya, pasar modal (yang berorientasi pada pelayanan fisik dengan pelanggan atau customer dan berjalannya operasional pasar modal secara baik), teknologi informasi dan komunikasi meliputi operator seluler, data center dapat beroperasi dengan dengan kapasitas maksimal 50 persen staf.
Begitu pula bidang internet, pos, dan media terkait penyebaran informasi kepada masyarakat dan perhotelan nonpenanganan karantina.
Sementara itu, untuk sektor esensial berbasis industri orientasi ekspor, pihak perusahaan harus menunjukkan bukti contoh dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) selama 12 bulan terakhir atau dokumen lain yang menunjukkan rencana ekspor dan wajib memiliki izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI).
Sektor tersebut dapat beroperasi dengan maksimal 50 persen staf hanya di fasilitas produksi/pabrik, sedangkan untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional hanya diperkenankan 10 persen.
Sektor kedua, sektor kritikal meliputi kesehatan, keamanan, dan ketertiban masyarakat dapat beroperasi 100 persen staf tanpa ada pengecualian.
Terhadap sektor kritikal lainnya, yakni penanganan bencana energi logistik, transportasi, dan distribusi, terutama untuk kebutuhan pokok masyarakat, makanan dan minuman, serta penunjangnya, dapat beroperasi 100 persen maksimal staf hanya pada fasilitas produksi, konstruksi, dan pelayanan kepada masyarakat.
Termasuk, bagian hewan ternak/peliharaan, pupuk dan petrokimia, semen, dan bahan bangunan, objek vital nasional, proyek strategis nasional, konstruksi (infrastruktur publik), serta utilitas dasar (listrik, air, dan pengelolaan sampah).
Untuk pelayanan administrasi perkantoran guna mendukung operasional, diberlakukan maksimal 25 persen staf.