Novel Baswedan Pimpin Penangkapan Eks Sekretaris MA Nurhadi dan Menantunya

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap buronan dalam tersangka dugaan suap dan gratifikasi, yaitu eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono. Mereka ditangkap di sebuah rumah di wilayah Jakarta Selatan.

Menurut penuturan mantan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, penangkapan tersebut dipimpin oleh penyidik senior yaitu Novel Baswedan. Hal ini disampaikan Bambang melalui akun Twitternya @sosmedbw dengan tagar GREBEK_DPO.

"Bravo. Binggo. Siapa Nyana. Novel Baswedan pimpin sendiri operasi dan berhasil bekuk buronan KPK, Nurhadi mantan Sekjen MA di Simpruk yang sudah lebih dari 100 hari DPO. Kendati matanya dirampok penjahat yang "dilindungi" tapi mata batin, integritas, dan keteguhannya tetap memukau. Ini baru keren," kata Bambang seperti dikutip dari akunnya tersebut pada Selasa, 2 Juni.

Dia menambahkan, dalam penangkapan tersebut, tim penyidik lembaga antirasuah yang dipimpin Novel, membongkar pintu gerbang dan pintu rumah buronan tersebut karena mereka enggan menyerahkan diri.

Setelah berhasil masuk dan didampingi pihak RT di wilayah tersebut, Nurhadi dan Riezky ditemukan di lokasi tersebut.

"Penyidik KPK atas dasar info dari rakyat yang ditemani RT sukses menggeledah rumah DPO KPK di Simpruk yang gelap gulita itu, ditemukan dua DPO juga satu orng lain yang selalu mangkir jika dipanggil KPK," tulis Ketua Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta bidang pencegahan korupsi tersebut.

Katanya, penggerebekan tersebut kemudian mengungkap fakta jika dua orang buronan KPK tersebut memang tinggal di rumah tersebut selama dalam masa pengejaran. "Untung rakyat kasih info. Tanya, Pimpinan KPK, siapa sih yang lindungi mereka," ujar Bambang.

Diketahui, eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi yang sudah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditangkap Senin, 1 Juli. Nurhadi yang ditangkap bersama menantunya, Riezky Herbiyono kini  telah berada di Gedung KPK dan sedang menjalani pemeriksaan lanjutan.

Mereka ditangkap karena menjadi tersangka KPK dalam dugaan kasus suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar dan sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak Februari.

"Keduanya sudah berada di Gedung KPK dan saat ini penyidik sedang melakukan pemeriksaan secara intensif," kata Plt Juru Bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulisnya, Selasa, 2 Juni.

Ali menjelaskan, Nurhadi dan menantunya ditangkap sekitar pukul 21.30 WIB di sebuah rumah di kawasan Jakarta Selatan. 

Sebelumnya, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga membawa Tin Zuraida, istri mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi. Sedianya Tin akan diperiksa sebagai saksi karena tidak hadir saat dimintai keterangan sebagai saksi.

"Selain mengamankan tersangka Nurhadi dan Rezky, juga dibawa istrinya," kata dia.

Ghufron melanjutkan, tim satgas KPK juga melakukan penggeledahan dan menemukan beberapa benda diduga berkaitan dengan kasus yang tengah disangkakan ke Nurhadi dan menantunya.

"KPK juga membawa beberapa benda yang ada kaitannya dengan perkara," tutur Ghufron.

Dalam kasus ini, KPK menyangka Nurhadi dan menantunya, Riezky Herbiyono, menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar. Suap diduga diberikan oleh Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. KPK menyangka Hiendra memberikan uang itu untuk sejumlah kasus perdata yang melibatkan perusahaannya.

Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan. 

Diketahui Riezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.

KPK menjadikan Nurhadi buron setelah  tidak kooperatif memenuhi panggilan penyidik KPK. Penyidikan kasus ini telah dilakukan sejak 6 Desember 2019, dan untuk kepentingan penyidikan para tersangka sudah dicegah ke luar negeri sejak 12 Desember 2019. 

Nurhadi bahkan telah mengajukan praperadilan dan telah di tolak oleh Hakim PN Jakarta selatan pada tanggal 21 Januari 2020.