Netflix, Spotify, Hingga Zoom Resmi Kena Pajak 10 Persen Mulai 1 Juli 2020
JAKARTA - Pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia membuat hampir semua orang bekerja dari rumah (work from home), dan tidak keluar rumah (stay at home). Alih-alih bekerja, orang-orang memanfaatkan layanan aplikasi streaming musik, film, atau video di waktu senggang atau bahkan demi menunjang aktivitas pekerjaan.
Penggunanya pun seketika membludak. Otomatis, keuntungan yang didapat dari para perusahaan pengembang aplikasi ini semakin meningkat
Untuk itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada produk impor digital dalam bentuk barang tak berwujud mulai 1 Juli 2020. Contoh produk tersebut seperti layanan streaming film Netflix, streaming musik Spotify, dan layanan webinar Zoom.
Aturan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) itu sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk digital yang berasal dari luar negeri tersebut, akan dilakukan oleh pelaku usaha PMSE yaitu pedagang atau penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.
"Pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama dalam keterangan tertulisnya, dikutip Sabtu 16 Mei.
Baca juga:
Menurut Hestu, produk-produk digital serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.
Untuk teknisnya, lanjut Hestu, pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu dalam waktu 12 bulan, ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Ditjen Pajak sebagai pemungut PPN. Sementara pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria, tapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Ditjen Pajak.
Sama seperti pemungut PPN dalam negeri, pelaku usaha yang ditunjuk juga wajib menyetorkan dan melaporkan PPN. Penyetoran PPN yang telah dipungut dari konsumen wajib dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya. Sedangkan pelaporan dilakukan secara triwulan paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir.
Pengaturan lengkap mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020, dan dapat dilihat di laman resmi Direktorat Jenderal Pajak.
Sementara itu, kata Hestu, kriteria dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atas produk digital dari luar negeri akan diumumkan kemudian.
"Selain untuk menciptakan kesetaraan antar pelaku usaha, penerapan PPN produk digital dari luar negeri ini juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara yang saat ini sangat penting sebagai sumber pendanaan untuk menanggulangi dampak ekonomi dari wabah COVID-19," jelas Hestu.