Zoom dan Netflix Ramai Dipakai di Tengah COVID-19, Sri Mulyani Kejar Pajaknya
Aplikasi Zoom. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 semakin luas daerah penyebarannya di Indonesia. Karena hal ini, pemerintah mengimbau kantor-kantor untuk memberlakukan sistem work from home atau kerja dari rumah dan tidak keluar rumah atau stay at home yang membuat pekerja maupun pemangku kepentingan memanfaatkan layanan aplikasi untuk menunjang aktivitas pekerjaan.

Pemerintah di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Ssistem Keuangan, akan memungut pajak digital dari perusahaan-perusahaan yang melakukan transaksi elektronik, seperti Netflix dan Zoom.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, keputusan untuk memungut pajak transaksi elektronik dilakukan lantaran COVID-19 meningkatkan pergerakan transaksi elektronik. Hal ini disebabkan, karena banyak orang yang melakukan kegiatan di rumah dan tidak melakukan mobilitas fisik.

"Menjaga basis pajak pemerintah. Untuk menjaga basis pajak pemerintah, terutama seperti hari ini menggunakan Zoom atau Netflix. Perusahaan-perusahaan tersebut tidak ada di Indonesia sehingga tidak mungkin dikenai pajak. Namun demikian, pergerakan ekonomi (karena perusahaan-perusahaan tersebut) sangat besar," kata Sri Mulyani, dalam video conference bersama wartawan, Rabu, 1 April.

Menurut Sri Mulyani, dengan dimasukkannya pajak digital ke dalam Perppu No 1/2020 tersebut dapat memberi basis pada pajak untuk melakuakn pemungutan penyetoran PPN atas barang impor tidak berwujud dan juga untuk jasa platform luar negeri.

"Juga untuk subyek pajak luar negeri yang didefinisikan memiliki significant economic presence di Indonesia," ucapnya.

Adapun aturan mengenai pemungutan pajak untuk kegiatan elektronik diatur di dalam Pasal 6 Perppu No 1/2020 yakni:

Pasal 6

(1) Perlakuan perpajakan dalam kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b berupa:

a. pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE); dan

b. pengenaan Pajak Penghasilan atau pajak transaksi elektronik atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang dilakukan oleh subjek pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan.

Kemudian, dalam pasal 6 ayat (6) berbunyi:

Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi signifikan dapat diperlakukan sebagai bentuk usaha tetap dan dikenakan Pajak Penghasilan.

Sementara itu, ketentuan kehadiran ekonomi signifikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (6) dijelaskan dalam Ayat (7) yang berbunyi:

(7) Ketentuan kehadiran ekonomi signifikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berupa:

a. peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu;

b. penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau

c. pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu.