Sri Mulyani Jawab Kemarahan Donald Trump soal Pajak Netflix cs
Tangkap layar Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam konferensi pers virtual. (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah akan melakukan penarikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada layanan berbayar streaming film, video, game, dan musik seperti Netflix, Spotify, Zoom, dan lain-lain. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 tahun 2020 tersebut dan akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump pun berang akan hal itu, dan ia menginstruksikan jajaran pemerintahannya untuk melakukan investigasi kepada beberapa negara yang menerapkan pajak terhadap produk digital tersebut, salah satunya, Indonesia.

Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, yang dipermasalahkan oleh AS adalah Pajak Penghasilan (PPh), yakni mengenai bagaimana perusahaan membagi kewajiban PPh-nya antar yurisdiksi, dan bukan soal PPN.

"PPN bukan subjek dari suratnya USTR (United States Trade Representative). USTR itu mempermasalahkan PPh yang merupakan subjek dari pembicaraan di OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), bagaimana sebuah perusahaan membagi kewajiban pajak penghasilannya antar yurisdiksi," katanya, dalam konferensi pers secara virtual bertajuk 'APBN Kita', Selasa, 16 Juni.

Menurut Sri Mulyani, persoalan yang masih dibahas, salah satu pembicaraannya yakni misalnya ada perusahaan yang beroperasi di 50 negara dan masing-masing menghasilkan penerimaan, bagaimana pajak akan dibagi di masing-masing negara dan di kantor pusat.

"Ini yang jadi pembahasan di G20 dan OECD, yang muncul prinsip-prinsip apakah ini masalah letak, makanya ada masalah global atau region taxation, apakah economic present atau permanent resident," tuturnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menargetkan, bulan Juli ada penunjukan penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik luar negeri untuk memungut PPN.

"Mulai Juli kami harap sudah mulai ada yang ditunjuk dan harapannya pada Agustus mereka sudah bisa memungut PPN atas objek pajak tersebut," ujar Suryo.

Menurut Suryo, saat ini jajarannya sedang melakukan diskusi dengan para penyelenggara PMSE di luar negeri mengenai kesiapan mereka memungut dan menyetor PPN atas transaksi barang dan jasa di luar daerah pabean.

"Konteks PPN ini adalah setiap pemanfaatan barang dan jasa dari luar pabean Indonesia terhutang PPN dan dipungut oleh PMSE yang ditunjuk DJP mewakili Menkeu," ucapnya.

Sekadar informasi, melalui melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK. 03/2020, subjek pajak luar negeri bisa menjadi pemungut dan pengumpul pajak untuk disampaikan ke pemerintah Indonesia.

Aturan perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) itu sudah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan. Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk digital yang berasal dari luar negeri tersebut, akan dilakukan oleh pelaku usaha PMSE yaitu pedagang atau penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.