Mulai Dikenakan Pajak Bulan Juli, Bersiap Biaya Netflix cs Akan Naik pada Agustus dan Seterusnya
Ilustrasi. (Didi Kurniawan/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Bagi para pelanggan penyedia layanan berbayar streaming film, video, game, dan musik seperti Netflix, Spotify, Zoom, dan lain-lain, beberapa bulan ke depan harus bersiap mengalami kenaikan biaya. Pasalnya, pemerintah akan melakukan penarikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada platform-platform tersebut.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48 tahun 2020 tersebut dan akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020. Akan tetapi, kenaikan biaya berlangganan diperkirakan baru akan berlaku pada Agustus 2020 karena pemerintah tidak akan langsung melakukan penarikan pajak pada bulan Juli.

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Suryo Utomo dalam sebuah kanal Youtube membahas hal tersebut, Senin 1 Juni. Menurutnya, pemerintah melalui DJP akan terlebih dahulu melakukan penunjukan pelaku usaha sebagai pemungut pajak. Artinya, kata dia, PMK baru diimplementasikan pada bulan berikutnya meski peraturannya mulai berlaku bulan Juli.

"Kapan dilakukan pemungutan, ya setelah para pelaku usaha sudah kami tunjuk dan tetapkan sebagai pemungut PPN. Kalau belum ditetapkan sebagai pemungut PPN, ya enggak berhak memungut," ujar Suryo.

Suryo menambahkan, penarikan pajak PPN pada jenis barang dan jasa digital pada 1 Juli memang menggunakan cara baru, di mana pemerintah menunjuk perusahaan digital sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor PPN atas produk tersebut.

Suryo menuturkan, apapun barang dan jasa yang diperjualbelikan di Indonesia, konsumen di Indonesia yang mengonsumsinya harus membayar PPN. Hal itu sesuai dengan UU PPN Tahun 1983.

Seiring berjalannya waktu dan teknologi yang semakin berkembang pesat, barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat Indonesia tak memiliki wujud alias digital dan diperdagangkan melalui sistem elektronik (PMSE) atau e-commerce.

Untuk itu, demi menambah pemasukan negara di tengah konsumsi akan barang dan jasa digital yang semain masif, pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang sekarang sudah ditetapkan menjadi UU.

Dari situ pemerintah juga membuat aturan turunan sebagai pelaksanaannya yaitu PMK Nomor 48 Tahun tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, Serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean Melalui Perdagangan Menimbang Melalui Sistem Elektronik.

Masifnya konsumsi barang dan jasa digital itu terutama saat pagebluk COVID-19 yang melanda Indonesia. Keadan tersebut membuat hampir semua orang bekerja dari rumah (work from home), dan tidak keluar rumah (stay at home).

Alih-alih bekerja, orang-orang memanfaatkan layanan aplikasi streaming musik, film, atau video di waktu senggang atau bahkan demi menunjang aktivitas pekerjaan.

Penggunanya pun seketika membludak. Otomatis, keuntungan yang didapat dari para perusahaan pengembang aplikasi ini semakin meningkat

Untuk itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani resmi akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen kepada produk impor digital dalam bentuk barang tak berwujud mulai 1 Juli 2020.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama sebelumnya mengatakan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk digital yang berasal dari luar negeri tersebut, akan dilakukan oleh pelaku usaha PMSE yaitu pedagang atau penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE luar negeri, atau penyelenggara PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.

"Pengenaan PPN atas pemanfaatan produk digital dari luar negeri merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menciptakan kesetaraan berusaha (level playing field) bagi semua pelaku usaha khususnya antara pelaku di dalam negeri maupun di luar negeri, serta antara usaha konvensional dan usaha digital," ujar Hestu.

Menurut Hestu, produk-produk digital serta jasa online dari luar negeri akan diperlakukan sama seperti berbagai produk konvensional yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari yang telah dikenai PPN, serta produk digital sejenis yang diproduksi oleh pelaku usaha dalam negeri.

Untuk teknisnya, lanjut Hestu, pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria nilai transaksi atau jumlah traffic tertentu dalam waktu 12 bulan, ditunjuk oleh Menteri Keuangan melalui Ditjen Pajak sebagai pemungut PPN. Sementara pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria, tapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN dapat menyampaikan pemberitahuan secara online kepada Ditjen Pajak.

Sama seperti pemungut PPN dalam negeri, pelaku usaha yang ditunjuk juga wajib menyetorkan dan melaporkan PPN. Penyetoran PPN yang telah dipungut dari konsumen wajib dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya. Sedangkan pelaporan dilakukan secara triwulan paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir.

Sementara itu, kata Hestu, kriteria dan daftar pelaku usaha yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai atas produk digital dari luar negeri akan diumumkan kemudian.

"Selain untuk menciptakan kesetaraan antar pelaku usaha, penerapan PPN produk digital dari luar negeri ini juga diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara yang saat ini sangat penting sebagai sumber pendanaan untuk menanggulangi dampak ekonomi dari wabah COVID-19," jelas Hestu.