Ketika Kasus COVID-19 Melonjak Tapi DKI Belum Mau PSBB Lagi
JAKARTA - Saat ini, kondisi pandemi di Ibu Kota menunjukkan tren yang mengkhawatirkan karena terjadi lonjakan kasus yang signifikan. Kasus COVID-19 DKI pada minggu ini naik 7.132 dari akumulasi kasus minggu lalu.
Ada juga peningkatan keterisian pasien COVID-19. Per tanggal 14 Mei 2021, keterisian tempat tidur pasien atau bed occupation ratio (BOR) khusus COVID-19 naik signifikan.
Kapasitas tempat tidur isolasi sebanyak 7.341 terisi 5.752 atau sudah menyentuh 78 persen dan ICU sebesar 1.086 terisi 773 atau 71 persen. Padahal, per tanggal 31 Mei 2021 kapasitas tempat tidur isolasi di Jakarta masih sebesar 33 persen dan ICU sebesar 36 persen.
Hal ini berimbas kepada keterisian tempat tidur isolasi di RS Darurat COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam beberapa hari terakhir, pasien yang masuk membeludak.
Bahkan, ratusan pasien yang akan diisolasi di Wisma Atlet harus mengantre di sepanjang lobi gedung demi bisa dapat kamar. Kapasitas Wisma Atlet hari ini mencapai 90 persen.
Baca juga:
- DKI Tolak Usulan Terapkan PSBB Meski Kasus COVID-19 Melonjak
- Pasien Membeludak di Wisma Atlet, Anies Diminta Terapkan PSBB Jakarta Lagi
- Kasus COVID-19 DKI Melonjak, Jokowi Perintahkan Anies Hingga Kapolda Sering Turun ke Lapangan
- 22 dari 34 Provinsi Alami Kenaikan Kasus COVID-19 Minggu Ini, Paling Banyak di Wilayah Jawa
Akhirnya, Koordinator Humas Rumah Sakit Darurat COVID-19 Wisma Atlet, Letkol TNI AL M. Arifin meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Saran saya, PSBB perketat dulu seminggu, dua minggu ini, sampai nanti landai. Biar kita bisa fokus menangani pasien dengan baik. Kalau sudah landai, silakan diatur secara bertahap lagi," kata Arifin saat dihubungi, Selasa, 15 Juni.
Menurut Arifin, PSBB merupakan tindakan yang cukup ekektif untuk menekan penyebaran kasus. Aturan yang melarang rumah makan ditutup untuk dine in, tempat publik ditutup, hingga penerapan work from home (WFH) bagi seluruh pegawai kecuali sektor esensial diperlukan untuk mencegah penuaran.
Sebab, menurut Arifin, saat ini warga sudah mulai abai terhadap protokol kesehatan selama masa pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat.
"Sekarang ini harus diatur bener, klaster kantor juga harus diatur bener. Ini sudah mulai kendor, seperti di Mampang, banyak kantor sudah 100 persen work from office. Artinya, berarti antara lalai, melupakan sedang pandemi, atau nekat," ungkap dia.
Melihat kapasitas tempat tidur isolasi dan ICU COVID-19 yang mulai menipis, Arifin menunggu Anies mengeluarkan keputusan pengetatan mobilitas di Jakarta sampai besok.
"Besok. Kelamaan kalau akhir minggu. Jangan lama-lama. Semakin banyak nanti orang bergerak, makin lama tracing-nya nanti. Nanti si a ketemu b, itu tracing-nya makin panjang, ternyata dia positif," ujar Arifin.
Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku pihaknya belum mau menerapkan PSBB. Saat ini, DKI memberlakukan PPKM mikro sampai 28 Juni.
"Sudah diputuskan PPKM dua minggu ke depan seperti sebelumnya," kata Riza di gedung DPRD DKI.
Namun, Riza membuka peluang untuk melakukan rem darurat setelah masa PPKM mikro berakhir, dengan sejumlah kajian dan pertimbangan semua stakeholder terkait.
"Tentu semua kita pertimbangkan, kita diskusikan kita dialogkan. Tapi jauh yang lebih penting adalah bagaimana masyarakat bisa melaksanakan protokol kesehatan secara 3M," ungkap dia.