Kasus Korupsi Pengadaan Tanah di Munjul, KPK Tahan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penahanan terhadap seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta. Kali ini KPK menahan Anja Runtuwene yang merupakan Wakil Direktur PT Adonara Propertindo.
"Dilakukan upaya paksa penahanan pada tersangka AR selama 20 hari," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers yang digelar di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 2 Juni.
Anja ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya dimulai sejak 2 Juni hingga 21 Juni mendatang. "Sebelum penahanan, telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan swab test PCR COVID-19," ungkapnya.
Hal ini dilakukan demi mencegah terjadinya penularan COVID-19 di dalam lingkungan rutan.
Sebelum penahanan dilakukan, KPK telah melakukan pemeriksaan terhadap 46 saksi. Hal ini dilakukan untuk mengusut dugaan korupsi yang terjadi, termasuk pihak lain yang diduga ikut bermain.
Kasus ini bermula ketika PT Adonara Propertindo bekerja sama dengan PDPSJ dalam proses pengadaan tanah. Berikutnya, pada Maret 2019, Anja disebut aktif menawarkan tanah Munjul kepada pihak PDPSJ terlebih dahulu.
Di saat yang bersamaan, Anja juga melakukan pertemuan dengan pihak Kongregasi Suster-Suster Karolus Boromeus di Yogyakarta. Dalam pertemuan ini, terjadi kesepakatan pembelian tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta oleh Anja Runtuwene dan langsung dilakukan pembayaran uang muka sebesar Rp5 miliar.
"Pelaksanaan serah terima SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dan tanah girik dari pihak Kogregasi Suster-Suster Karolus Boromeus dilakukan melalui Notaris yang di tunjuk oleh AR," ungkap Lili.
Berikutnya, pada 8 April disepakati penandatanganan pengikatan Akta Perjanjian Jual Beli di hadapan notaris yang berlangsung di kantor PDPSJ antar pihak pembeli, yaitu Yoory Cornelis dan Anja selaku pihak penjual.
Pembayaran senilai 50 persen juga dilakukan saat itu, atau sebesar Rp108,9 miliar. Selanjutnya, pembayaran kedua kembali dilakukan dengan besaran Rp43,5 miliar.
Namun, proses ini ternyata dilakukan tanpa mengikuti aturan hukum yang berlaku seperti ak melakukan kajian terhadap kelayakan objek tanah dan tak melakukan kajian appraisal tanpa didukung kelengkapan persyaratan sesuai peraturan terkait.
Baca juga:
- Polri Ungkap Kasus Penipuan Modus Obligasi Puluhan Miliar, Sita Mobil Jeep-CRV hingga Uang Asing Palsu
- Puan Maharani Wanti-wanti Pengadaan Alutsista Harus Sesuai Kebutuhan, Bukan Barang Bekas
- Diperiksa Polisi Berjam-Jam, Roy Suryo Jelaskan Unggahan Lucky Alamsyah yang Menyinggung
- Jika Tempat Karaoke di DKI Beroperasi, Pengunjung Harus Tes Antigen sebelum Nyanyi
Selain itu, perusahaan BUMD ini juga diduga kuat melakukan proses dan tahapan pengadaan tanah tak sesuai prosedur dan ada dokumen yang disusun secara backdate, serta kesepakatan harga awal antara Anja dan Perumda Sarana Jaya dilakukan sebelum proses negosiasi dilakukan.
KPK memaparkan dalam proses pengadaan tanah ini terjadi kerugian negara. Jumlahnya bahkan mencapai ratusan miliaran rupiah.
"Atas perbuatan para tersangka tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sejumlah Rp152,5 miliar," ujar Lili.
Sehingga atas perbuatannya itu, Anja kemudian disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebelumnya, KPK telah menahan eks Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles. Ada pun dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka mereka adalah Yoory, Anja, dan Direktur PT Adonara Propertindo Tomy Ardian. Selain itu, KPK juga menetapkan PT Adonara Propertindo sebagai tersangka korporasi kasus ini.