PDIP Minta KPK Profesional: Jangan Tonjolkan Aspek Kontroversi dan Dramatisasi ke Publik
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) profesional dalam menangani dugaan suap pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR dan perintangan penyidikan yang menjerat Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Hal ini disampaikan Ketua DPP PDIP Ronny B. Talapesy usai penyidik KPK menggeledah dua rumah Hasto di Bekasi, Jawa Barat dan Kebagusan, Jakarta Selatan pada Selasa, 7 Januari. Awalnya, pengacara ini menyoroti barang bukti yang ditemukan KPK.
"Perlu kami sampaikan bahwa dalam dua peristiwa penggeledahan tersebut tidak ada bukti signifikan yang terkait dengan perkara. Pada penggeledahan di Bekasi, barang yang disita adalah 1 USB dan 1 buku catatan milik Kusnadi (staf Hasto Kristiyanto)," kata Ronny dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 8 Januari.
"Sedangkan pada penggeledahan di Kebagusn tidak ada barang yang disita," sambungnya.
Kondisi ini membuat Ronny mempertanyakan koper yang dibawa oleh penyidik dari rumah Hasto. "Kami tidak mengetahui apakah itu ada isinya atau kosong," tegasnya.
Menurutnya, tak masuk akal ketika penyidik hanya menyita flashdisk dan buku kecil tapi menggunakan koper.
"Klien kami juga tidak pernah merasa memiliki atau menggunakan USB yang disita KPK itu," ujar Ronny.
Sehingga, KPK diminta profesional. Jangan sampai pengusutan kasus ini didramatisasi.
Ronny memastikan jika semua asas penegakan hukum ditaati KPK, maka pihaknya akan kooperatif. "Kami berharap KPK bekerja secara profesional tidak menonjolkan aspek kontroversi dan dramatisasi berlebihan terhadap publik," ungkapnya.
"Sebagai kuasa hukum Bapak Hasto Kristiyanto, kami menghargai langkah-langkah yang dilakukan oleh KPK sepanjang sesuai dengan hukum acara pidana," jelas kader partai berlambang banteng itu.
Baca juga:
Diberitakan sebelumnya, Hasto telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Donny Tri Istiqomah yang merupakan kader PDIP sekaligus pengacara sebagai tersangka dugaan suap terkait pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR.
Mereka diduga menyuap Wahyu Setiawan yang menjabat sebagai Komisioner KPU untuk memuluskan langkah Harun Masiku ke parlemen.
Politikus ini juga jadi tersangka perintangan penyidikan. Ia diduga berusaha menghalangi proses hukum, salah satunya dengan meminta Harun untuk merusak ponselnya dan kabur setelah operasi tangkap tangan (OTT) dilakukan.