JAKARTA - Eks Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) era Presiden Joko Widodo (Jokowi), Yasonna Hamonangan Laoly atau Yasonna Laoly telah diperiksa sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu, 18 Desember. Dia dicecar terkait dugaan suap proses pergantian antarwaktu (PAW) yang menjerat caleg PDI Perjuangan (PDIP) Harun Masiku.
"Kapasitas saya (pertama, red) sebagai Ketua DPP (PDIP, red)," kata Yasonna kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu, 18 Desember.
Yasonna menjelaskan penyidik minta penjelasan terkait surat ke Mahkamah Agung (MA) yang ditandatanganinya untuk menanyakan tafsir Putusan MA Nomor 57P/HUM/2019. Katanya, dokumen itu memang ditandatanganinya untuk meminta penjelasan karena ada perbedaan pengertian antara PDIP dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang suara calon legislatif (caleg) yang meninggal dunia.
"Sebagai Ketua DPP saya mengirim surat permintaan fatwa ke Mahkamah Agung karena waktu proses pencalegan itu terjadi tafsir yang berbeda setelah ada judicial review. Ada keputusan Mahkamah Agung Nomor 57 kemudian DPP PDIP mengirim surat tentang penetapan caleg kemudian KPU menanggapi berbeda," jelasnya.
"Kemudian kita minta fatwa kepada Mahkamah Agung dan Mahkamah Agung membalas fatwa tersebut sesuai dengan pertimbangan hukum supaya ada pertimbangan hukum tentang diskresi partai dalam menetapkan calon terpilih," sambung politikus PDIP itu.
Lalu, Yasonna juga sempat dimintai keterangan sebagai Menkumham RI. Katanya, penyidik mencecarnya soal data perlintasan Harun Masiku yang masih buron.
Diketahui, Yasonna pernah menyatakan Harun Masiku belum kembali ke Indonesia dari Singapura. Pernyataan ini disampaikan terjadi setelah KPK gagal menangkap Harun dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020.
Padahal, berdasarkan rekaman CCTV di Bandara Soekarno-Hatta yang beredar, Harun sudah kembali ke Indonesia pada 7 Januari atau sebelum OTT berlangsung.
"Enggak ada yang apa, profesional penyidik. Sangat profesional, ya, menanyakan sesuai dengan posisi saya sebagai Ketua DPP kemudian mengenai perlintasan Harun Masiku itu saja," tegasnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Yasonna menyebut pemeriksaannya sebenarnya tidak terlalu lama. Tapi, dia tak bisa keluar karena Gedung Merah Putih KPK digeruduk massa yang mendesak Harun Masiku segera ditangkap.
Aksi ini diikuti berbagai kelompok masyarakat. Mereka bahkan sempat membakar ban di depan gedung.
Diberitakan sebelumnya, KPK hingga saat ini masih terus mencari keberadaan Harun Masiku yang merupakan penyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sebab, dia buron dari 2020 atau saat operasi tangkap tangan (OTT) dilaksanakan.
Kekinian, komisi antirasuah sudah memperbarui daftar pencarian orang (DPO) atas nama Harun Masiku. Berkas itu ditandatangani Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron pada 5 Desember 2024 dan teregister dengan nomor: R/ 5739 /DIK.01.02/01-23/12/2024.
“Untuk ditangkap dan diserahkan ke Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Jalan Kuningan Persada Kav.4 Setiabudi Jakarta Selatan. Telepon 021-25578300,” demikian tertulis dalam berkas DPO tersebut yang dikutip pada Jumat, 6 Desember.
Disebutkan Harun beralamat di Jalan Limo Komplek Aneka Tambang IV/8 RT 8 RW 2, Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Bekas caleg itu ditulis mempunyai tinggi badan 172 cm dengan rambut hitam dan kulit berwarna sawo matang.
Harun juga ditulis mempunyai ciri khusus berkacamata, kurus, memiliki suara sengau. Selain itu, dia juga berbicara dalam logat Toraja atau Bugis.