Puluhan Tentara Korsel yang Terkait Darurat Militer Berisiko Mengalami Masalah Kesehatan Mental

JAKARTA - Puluhan tentara Korea Selatan yang terkait dengan pengumuman darurat militer pada awal bulan ini berisiko mengalami kesehatan mental menurut hasil tes Kementerian Pertahanan.

Ini adalah pertama kalinya militer melakukan penilaian kesehatan mental pada pasukan yang terlibat dalam operasi semacam itu.

Menurut Kementerian Pertahanan Nasional, yang melakukan evaluasi psikologis pada semua personel yang dikerahkan usai pengumuman darurat militer ke Majelis Nasional pada 3 Desember lalu, puluhan di antaranya diidentifikasi memerlukan perawatan khusus karena risiko tinggi lantaran mengalami gangguan stres pascatrauma (PTSD), dikutip dari The Korea Times 18 Desember.

Namun, banyak yang enggan mencari konseling karena takut identitas mereka terungkap, dicap sebagai "pasukan darurat militer," atau menghadapi kemungkinan konsekuensi disipliner.

Seorang pejabat kementerian pertahanan mengatakan, "Meskipun survei menemukan puluhan orang yang membutuhkan perhatian dan manajemen, tidak ada yang mengajukan diri untuk mencari konseling. Mereka tampaknya menanggung stres sendirian karena mereka sangat takut diidentifikasi sebagai peserta dalam operasi darurat militer."

Sebagai tanggapan, kementerian telah memperkenalkan program konseling psikologis sipil untuk memastikan dukungan anonim bagi pasukan yang terdampak.

Program Bantuan Karyawan, yang diluncurkan pada tahun 2020, memungkinkan para prajurit untuk mengakses layanan konseling pribadi tanpa melibatkan otoritas militer atau memerlukan identifikasi pribadi.

Sebelumnya, kementerian mengungkapkan pada Hari Senin, sekitar 1.500 prajurit dikerahkan selama operasi darurat militer, yang sebagian besar tidak mengetahui misi atau lokasi spesifik mereka hingga menit terakhir.

Beberapa prajurit diketahui telah menerima perintah untuk secara paksa menyingkirkan anggota parlemen, yang menyebabkan kebingungan dan tekanan psikologis yang signifikan.

Situasinya sangat parah bagi unit pasukan khusus, yang harga diri dan moralnya telah sangat terpengaruh.

Selama sidang komite pertahanan parlemen pada tanggal 10 Desember, Brigjen Lee Sang-hyun, komandan Brigade Lintas Udara ke-1, terlihat meneteskan air mata.

Sementara, komandan pasukan khusus 707th Special Mission Grup Kolonel Kim Hyun-tae menangis selama konferensi pers, menggambarkan beban emosional pada pasukannya.

Seorang pejabat kementerian pertahanan menekankan perlunya kehati-hatian, dengan mengatakan, "PTSD dan trauma sering kali muncul seiring waktu, jadi kami menangani ini dengan sangat hati-hati. Para prajurit dalam kelompok berisiko tampak enggan mencari bantuan karena takut dikenali atau dihukum."

"Langkah-langkah untuk meyakinkan dan mendukung para prajurit ini sangat dibutuhkan," pungkasnya.