JAKARTA - Pemerintah China berharap Korea Selatan dan Korea Utara dapat membangun komunikasi dan menyelesaikan masalah lewat jalur politik pasca pernyataan Korut akan memutus semua jalan dan jalur kereta api yang terhubung ke Korsel mulai Rabu (9/10).
"China mengikuti perkembangan di Semenanjung Korea dan hubungan Korea Utara dan Korea Selatan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning dalam konferensi pers di Beijing dilansir ANTARA, Rabu, 9 Oktober.
Tongkok percaya penyelesaian politik dalam masalah Semenanjung Korea dapat memenuhi kepentingan semua pihak dan itulah yang diharapkan oleh masyarakat internasional, katanya.
Sebelumnya kantor berita Korut mengutip staf umum Tentara Rakyat Korea Utara mengatakan satu proyek akan diluncurkan pertama kali pada 9 Oktober untuk sepenuhnya memutus jalan dan jalur kereta api yang terhubung ke Korea Selatan.
Tentara tersebut menuturkan tindakan menutup dan memblokir secara permanen perbatasan selatan dengan Korsel, negara musuh utama dan musuh utama yang tidak berubah, dalam situasi saat ini merupakan tindakan membela diri untuk mencegah perang dan melindungi keamanan Korut.
Korut mengatakan mereka mengambil tindakan yang lebih tegas dan lebih kuat sebagai respons terhadap situasi militer yang akut di Semenanjung Korea, mengacu pada latihan militer Korsel yang dilakukan dekat perbatasan dan kunjungan aset nuklir strategis Amerika Serikat ke wilayah tersebut.
"China percaya bahwa untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea, semua pihak perlu bekerja sama untuk tujuan itu," tambah Mao Ning.
BACA JUGA:
Sementara itu, militer Korea Utara menyatakan mereka mengirimkan pesan telepon kepada militer Amerika Serikat (AS) di Korea Selatan pada pukul 9.45 pagi (07.45 WIB) untuk mencegah kesalahpahaman dan konflik yang tidak sengaja terkait proyek penguatan.
Pengumuman penutupan jalan dan rel kereta tersebut disampaikan di tengah ketegangan yang sedang berlangsung di Semenanjung Korea ketika Korea Utara mengirimkan balon-balon pembawa sampah ke arah Korea Selatan dan secara terbuka mengungkapkan fasilitas pengayaan uranium untuk pertama kalinya.
AS menempatkan sekitar 28.000 tentara di Korea Selatan untuk mencegah agresi Korea Utara, sebuah warisan Perang Korea tahun 1950-1953 yang berakhir dengan gencatan senjata, bukan perjanjian damai.