Sebut Aksi Penembakan Sebagai Epidemi, Presiden Joe Biden Umumkan Langkah Pembatasan Senjata Api
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Joe Biden didampingi Jaksa Agung Merrick Garland, mengumumkan langkah-langkah terbatas untuk mengatasi kekerasan senjata di Amerika Serikat pada Hari Kamis waktu setempat.
Melansir Reuters, Jumat 9 April, ini merupakan langkah pertama yang diambil Gedung Putih untuk mengekang penembakan massal, pertumpahan darah dan bunuh diri.
Ini termasuk rencana Departemen Kehakiman menindak segala jenis senjata rakitan sendiri, yang mampu mengubah pistol menjadi senapan, yang menyalahi Undang-Undang Senjata Api Nasional.
Biden mengatakan dia akan meminta Biro Alkohol, Tembakau, Senjata Api, dan Bahan Peledak (BATFE) untuk merilis laporan tahunan tentang perdagangan senjata api di Amerika Serikat. Sekaligus mempermudah negara bagian untuk mengadopsi ketentuan 'red flag' utnuk menandai individu berisiko yang memiliki senjata.
Biden juga menguraikan tujuan yang lebih ambisius yang dia butuhkan untuk dicapai oleh dukungan Kongres, termasuk memperkenalkan kembali larangan senjata serbu, mencabut pengecualian tuntutan hukum terhadap produsen senjata, dan mengesahkan ketentuan 'red flag' menjadi undang-undang nasional.
"Hari ini kami mengambil langkah untuk menghadapi tidak hanya krisis senjata, tetapi apa yang sebenarnya adalah krisis kesehatan masyarakat. Ini adalah epidemi, demi Tuhan, dan harus dihentikan," kata Presiden Joe Biden.
Para pendukung pembatasan senjata menyambut baik pengumuman ini, mengingat aksi kekerasan bersenjata marak terjadi di Amerika Serikat belakangan ini, seperti penembakan massal di California, Georgia, Colorado dan Atlanta.
“Ini adalah serangkaian tindakan yang signifikan. Beberapa kata terpenting yang dia ucapkan adalah: ini baru permulaan,” kata Peter Ambler, direktur eksekutif Giffords, kelompok pencegahan kekerasan senjata.
Kontrol senjata adalah subjek yang memecah belah politik di Amerika Serikat, yang telah mengalami sejumlah besar penembakan massal yang mematikan di sekolah dan tempat umum lainnya selama beberapa dekade.
National Rifle Association, yang mengadvokasi hak senjata, mengkritik tindakan yang diambil oleh Pemerintahan Joe Biden.
"Proposal yang diumumkan Biden hari ini dapat meminta warga negara yang taat hukum untuk menyerahkan properti yang sah dan memungkinkan negara untuk memperluas perintah penyitaan senjata," katanya dalam sebuah pernyataan.
Baca juga:
- Penembakan Brutal di Supermarket Colorado Amerika Serikat, 10 Orang Tewas
- Berduka atas Insiden Penembakan Brutal di Panti Pijat AS, Eks Bintang Pornhub Mia Khalifa Bagikan Ini di Instagram
- Kutuk Penembakan Massal, Walikota Indianapolis Minta Bantuan FBI
- Penembakan Brutal di Atlanta, Delapan Orang Tewas, Enam di Antaranya Wanita Keturunan Asia
Untuk diketahui, Amandemen Kedua Konstitusi AS melindungi hak untuk memiliki senjata, dan upaya negara untuk membatasi siapa yang dapat membeli senjata atau bagaimana mereka dapat membawanya telah ditantang di pengadilan oleh kelompok lobi pro-senjata.
"Segala sesuatu yang diusulkan hari ini benar-benar konsisten dengan Amandemen Kedua. Dan ada konsensus luas di balik perlunya mengambil tindakan," tukas Presiden Biden.