Korban Tewas Ledakan Pager di Lebanon Bertambah Jadi 12 Orang termasuk 2 Anak
JAKARTA - Jumlah korban tewas akibat ledakan pager di Lebanon bertambah menjadi 12 orang termasuk dua anak-anak, kata Menteri Kesehatan Lebanon Firass Abiad.
Dilansir Reuters, Rabu, 18 September, Hizbullah dan pemerintah Lebanon menuduh Israel bertanggung jawab atas ledakan ratusan pager. Israel belum berkomentar terkait peristiwa ini.
Ledakan ribuan pager serta informasi adanya ribuan pager yang dipasangi bahan, dinilai menjadi kegagalan kontraintelijen kelompok Hizbullah, Lebonon, sementara di sisi lain menunujukkan kemampuan intelijen Israel menyusup ke musuhnya.
Badan mata-mata Israel Mossad disebut menurut sumber telah menanam bahan peledak pada 5.000 pager yang dipesan oleh Hizbullah. Sekitar 3.000 pager meledak pada Selasa, 17 September.
Gelombang ledakan pager mengguncang Lebanon selatan, pinggiran selatan Beirut yang dikenal sebagai Dahiyeh dan Lembah Bekaa timur, semuanya merupakan benteng pertahanan Hizbullah.
Baca juga:
- Tokoh GISB Malaysia Didakwa Intimidasi Mantan Pekerja terkait Kasus Sodomi Anak Panti Asuhan
- Serangan Ukraina Picu Ledakan Seperti Gempa Bumi di Gudang Senjata Tver Rusia
- Polda Riau Tangkap Polisi Penyelundup 30 Kilogram Sabu
- Dicecar Pansel Capim KPK Soal Pencarian Harun Masiku, Johanis Tanak: Ini Hanya Masalah Teknis
Pejuang Hizbullah telah menggunakan pager sebagai sarana komunikasi berteknologi rendah dalam upaya untuk menghindari pelacakan lokasi Israel, dua sumber yang mengetahui operasi kelompok itu mengatakan kepada Reuters tahun ini, seperti dikutip 18 September.
Hizbullah terguncang oleh serangan tersebut, yang menyebabkan para pejuang dan yang lainnya berlumuran darah, dirawat di rumah sakit, atau tewas.
Seorang pejabat Hizbullah, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan ledakan itu adalah "pelanggaran keamanan terbesar" kelompok itu sejak konflik Gaza antara Israel dan sekutu Hizbullah, Hamas, meletus pada 7 Oktober.
"Ini akan menjadi kegagalan kontraintelijen terbesar yang dialami Hizbullah dalam beberapa dekade," kata Jonathan Panikoff, mantan wakil pejabat intelijen nasional pemerintah AS untuk Timur Tengah.