Serangan Israel Tewaskan Staf PBB dan Pekerja Bantuan di Gaza, Sekjen PBB: Tidak Bisa Diterima
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan, kurangnya akuntabilitas atas pembunuhan staf PBB dan pekerja bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza "sama sekali tidak dapat diterima."
Menjelang pertemuan tahunan para pemimpin dunia di Majelis Umum PBB akhir bulan ini, Sekjen Guterres menyimpulkan tahun lalu sebagai "sangat sulit, sangat sulit."
Perang di Gaza mendominasi, yang dimulai hanya dua minggu setelah para pemimpin meninggalkan New York, menyusul pertemuan tahun lalu ketika militan Hamas Palestina menewaskan 1.200 orang dan menyandera sekitar 250 orang dalam serangan lintas perbatasan ke Israel, menurut penghitungan Israel.
Menggambarkan pembalasan Israel terhadap Hamas di Gaza, yang sejauh ini telah menewaskan sedikitnya 41.084 warga Palestina dan melukai 95.029 lainnya, menurut kementerian kesehatan Gaza, Sekjen Guterres mengatakan telah terjadi "pelanggaran yang sangat dramatis terhadap hukum humaniter internasional dan sama sekali tidak adanya perlindungan yang efektif bagi warga sipil."
"Apa yang terjadi di Gaza sama sekali tidak dapat diterima," katanya kepada Reuters, seperti dikutip 12 September.
Militer Israel mengatakan, mereka mengambil langkah-langkah untuk mengurangi risiko bahaya bagi warga sipil, mengklaim setidaknya sepertiga dari korban tewas Palestina di Gaza adalah militan.
Tak hanya itu, Israel juga menuduh Hamas menggunakan warga sipil Palestina sebagai tameng manusia, tuduhan yang dibantah Hamas.
Hampir 300 pekerja bantuan kemanusiaan, lebih dari dua pertiganya adalah staf PBB, juga tewas selama konflik tersebut, menurut PBB. Sekjen Guterres mengatakan harus ada investigasi dan akuntabilitas yang efektif atas kematian mereka.
"Kami memiliki pengadilan, tetapi kami melihat bahwa keputusan pengadilan tidak dihormati, dan ketidakpastian akuntabilitas seperti inilah yang sama sekali tidak dapat diterima dan juga memerlukan refleksi serius," kata Sekjen Guterres.
Pengadilan tertinggi PBB - Mahkamah Internasional - mengatakan pada Bulan Juli, pendudukan Israel atas wilayah dan permukiman Palestina adalah ilegal dan harus ditarik.
Diketahui, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 anggota kemungkinan akan memberikan suara minggu depan terkait rancangan resolusi, yang akan memberi Israel tenggat waktu enam bulan untuk melakukannya.
Baca juga:
- Enam Staf Badan Bantuan PBB Tewas Akibat Serangan Udara Israel di Gaza
- Korea Utara Luncurkan Sejumlah Rudal Balistik Jarak Pendek, Jatuh di Laut Timur
- Kelompok Militan Hamas Siap Melaksanakan Gencatan Senjata Berdasarkan Proposal AS, Tanpa Syarat Baru
- Mantan Presiden Peru Alberto Fujimori Wafat: Naik Traktor ke Lokasi Kampanye, Sukses Atasi Hiperinflasi
Sekjen Guterres mengungkapkan, dia belum berbicara dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu - yang telah lama menuduh PBB sebagai anti-Israel - sejak serangan mematikan Hamas di Israel pada 7 Oktober tahun lalu.
Keduanya terakhir bertemu langsung di PBB setahun silam. Sekjen Guterres mengatakan dia akan melakukannya lagi, jika Netanyahu meminta.
"Saya belum berbicara dengannya karena dia tidak mengangkat telepon saya, tetapi saya tidak punya alasan untuk tidak berbicara dengannya," kata Sekjen Guterres.
"Jadi, jika dia datang ke New York dan meminta bertemu dengan saya, saya akan sangat senang bertemu dengannya," tandasnya.