Lampu Hijau Vaksin Merah Putih di Tengah Ancaman Embargo, Vaksin Nusantara 'Gigit Jari'
JAKARTA - Indonesia berpotensi kehabisan persediaan vaksin COVID-19 pada April 2021. Hal ini dikhawatirkan akan berpengaruh pada percepatan program vaksinasi di Tanah Air.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, ketersediaan vaksin COVID-19 di Indonesia akan sangat menipis pada April 2021.
Pasalnya, rencana pengiriman vaksin AstraZeneca periode Maret dan April 2021 ke Indonesia ditunda akibat embargo oleh produsen yang terjadi di India.
Hal itu menyusul naiknya kasus COVID-19 yang menyebabkan negara tersebut melakukan embargo terhadap pengiriman vaksin AstraZeneca ke WHO dan GAVI. India memang dikenal sebagai produsen vaksin COVID-19 terbesar di dunia, selain China dengan memproduksi jenis vaksin Novavax, AstraZeneca, termasuk Pfizer.
"Indonesia cuma punya 7 juta dosis vaksin dari Sinovac di bulan April. Tadinya saya pikir bisa dapat 7,5 juta dosis dari AstraZeneca," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam siaran daring YouTube Charta Politika Indonesia yang dipantau, Senin, 29 Maret.
Sesuai rencana awal, Indonesia memperoleh 2,5 juta dosis vaksin AstraZeneca pada 22 Maret serta tambahan 7,5 juta lebih dosis vaksin pada April 2021. Budi memperkirakan Indonesia bisa memiliki total vaksin tersebut mencapai 15 juta.
Namun, kata Budi, jadwal itu ternyata ditunda, karena ada embargo sehingga tidak mengizinkan vaksin tersebut keluar dari negara mereka.
Baca juga:
- Survei SMRC: Lebih Banyak Masyarakat Bersedia Divaksin AstraZeneca Meski Tuai Polemik
- DKI Dapat Jatah Vaksin AstraZeneca yang Berpolemik, Wagub Riza: Kami Ikuti Kebijakan Pusat
- Mau Halal atau Haram, Vaksin AstraZeneca Tetap Dipakai
- Jokowi: Kiai dan Pengasuh Pondok Pesantren di Jatim Siap Terima Vaksin COVID-19 AstraZeneca
DPR Dorong Vaksin Dalam Negeri
Menanggapi isu embargo vaksin, Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan (Korekku) Sufmi Dasco Ahmad meminta pemerintah untuk mempercepat proses pengembangan dan produksi vaksin dalam negeri.
Dasco mengatakan hal itu perlu dilakukan mengingat vaksin saat ini menjadi kebutuhan yang sangat mendesak dalam upaya melawan pandemi COVID-19.
Selain menjadi kebutuhan yang mendesak, vaksin dalam negeri juga bisa menjadi solusi apabila embargo vaksin dilakukan oleh sejumlah negara sebagaimana yang dikhawatirkan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin.
"Pemerintah perlu segera mempercepat proses uji klinis dan produksi vaksin dalam negeri. Baik itu vaksin Merah Putih maupun vaksin Nusantara. Jangan sampai kita menjadi korban embargo vaksin dan masyarakat menjadi korban,” ujar Dasco dalam keterangannya, Minggu, 28 Maret.
Dasco berharap, proses vaksin Merah Putih segera dipercepat dan Vaksin Nusantara segera menyiapkan uji klinis tahap dua. Dengan demikian, Indonesia dapat terhindar dari ancaman kelangkaan vaksin COVID-19.
“Mohon segera juga berkordinasi dengan rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan untuk uji klinis tahap dua. Vaksin saat ini menjadi kebutuhan yang cukup mendesak,” kata politikus Partai Gerindra ini.
Pemerintah Diminta Lanjutkan Vaksin Nusantara
Menyoal adanya rencana embargo vaksin dari beberapa negara produsen vaksin. Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta pemerintah khususnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk segera memikirkan alternatif pengadaan vaksin untuk keperluan penyuntikan vaksinasi nasional.
Sebab ia khawatir embargo tersebut akan mengganggu kelanjutan dan kelancaran pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia.
"Vaksin ini, kebutuhan mendesak. Selain penerapan protokol kesehatan, vaksinasi juga salah satu solusi dalam memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19. Karena itu, pemerintah wajib menyediakan vaksin bagi 70 persen masyarakat yang menjadi target sasaran," tegas Saleh, Senin, 29 Maret.
Sementara, lanjutnya, jika menggunakan skema yang ada, Indonesia dinyatakan membutuhkan 420 juta dosis vaksin untuk memenuhi kebutuhan 181,5 juta warga.
"Jumlah ini sangat besar. Tidak cukup hanya mengandalkan satu produsen saja," kata Saleh.
Anggota Komisi IX DPR itu mendesak pemerintah untuk memprioritaskan pengadaan vaksin di dalam negeri. Ia menikai, Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara juga tidak kalah dengan vaksin impor.
Bahkan, kata Saleh, menurut para penelitinya vaksin Nusantara lebih baik dari vaksin impor. Dia pun mendorong agar Vaksin Nusantara dilanjutkan tahap penelitiannya hingga menjadi produk jadi.
"Anehnya, Vaksin Nusantara sampai hari ini belum mendapat izin untuk melanjutkan uji klinis tahap kedua," jelasnya.
Padahal, kata Saleh, jika diberi ijin maka Vaksin Nusantara diperkirakan sudah bisa produksi pada bulan Juli yang akan datang.
"Kalau produk dalam negeri, Vaksin Nusantara lebih maju dari vaksin merah putih lainnya. Sebab, sudah memasuki uji klinis tahap kedua. Sementara, Vaksin Merah Putih lainnya diperkirakan baru bisa uji klinis pada akhir tahun 2022. Tidak salah, jika kemudian banyak masyarakat yang berharap pada Vaksin Nusantara," ungkap Saleh.
Saleh pun berharap agar Kementerian kesehatan, BPOM, peneliti, sponsor, dan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian Vaksin Nusantara bisa duduk bersama membahas kelanjutan pengembangannya.
Vaksin Nusantara Dihentikan, Vaksin Merah Putih Dilanjutkan
Juru Bicara Vaksin COVID-19 dari Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi telah membenarkan bahwa penelitian vaksin Nusantara telah ditunda sementara waktu.
"Tidak dihentikan tapi ada surat permintaan dari RSUP Kariadi Semarang yang meminta untuk menunda dulu proses penelitian yang dilakukan di sana mengingat akan memenuhi syarat untuk Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)," kata Nadia, Selasa, 23 Maret.
Diketahui, Vaksin Nusantara yang juga disebut juga AV-Covid-19 ini dikembangkan dari kerja sama antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), RSUP dr. Kariadi Semarang, dan Universitas Diponegoro.
Vaksin gagasan mantan Menkes Terawan ini disebut sudah menyelesaikan uji klinis tahap 1 dan mulai melakukan uji klinis tahap kedua.
Adapun uji klinis fase satu untuk Vaksin Nusantara telah selesai dengan melibatkan 27 relawan.
Saat ini tim berencana melanjutkan ke uji klinis fase 2 dengan melibatkan 180 relawan.
Selanjutnya jika sudah melakukan uji klinis fase 2 rencananya uji klinis fase III akan dilakukan kepada 1.600 orang.
Akan tetapi, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memutuskan untuk tidak melanjutkan penelitian Vaksin Nusantara dengan alasan tak sesuai kaidah medis.
"Komite etik dari RSPAD Gatot Subroto, tapi pelaksanaan penelitian ada di RS dr Kariadi," kata Kepala BPOM Penny Lukito.
Itulah yang menjadi salah satu alasan mengapa BPOM menilai vaksin nusantara belum memenuhi kaidah ilmiah. Padahal, kata Penny, setiap tim peneliti harus memiliki komite etik di tempat pelaksanaan penelitian yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan keselamatan subyek penelitian.
Bibit Vaksin Merah Putih Segera Diuji Klinis
Kabar baik, meski Vaksin Nusantara harus sementara 'gigit Jari' karena terpaksa menunggu kelanjutan nasibnya, pemerintah memberi lampu hijau bagi vaksin dalam negeri lainnya untuk dikembangkan. Yakni Vaksin Merah Putih.
Direktur Utama PT Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengatakan pihaknya akan menerima seed atau bibit vaksin Merah Putih dari Eijkman pada Maret atau April mendatang.
Selanjutnya, Bio Farma akan segera melakukan uji klinis ke Mamalia serta uji klinis tahap I hingga tahap III.
"Kalau semua berjalan lancar kemungkinan produksi vaksin merah putih akan bisa kita lakukan pada kuartal III 2022," ujar Honesti saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin, 29 Maret.
Menurut Honesti, kehadiran vaksin merah putih merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan kemandirian dalam penanganan pandemi COVID-19.
Selama ini, kata dia, Indonesia masih bergantung pada produsen vaksin luar, baik importasi vaksin jadi maupun importasi bahan baku vaksin.
"Ini untuk mengurangi ketergantungan impor dan strategi untuk kemandirian. Kalau kecepatan memang andalkan vaksin dan bahan baku yang kita impor," katanya.
Namun, Honesti mengatakan, persoalan relawan akan menjadi tantangan dalam uji klinis. Sebab kata dia, banyak orang yang sudah mendapatkan vaksinasi sehingga tak dapat menjadi relawan uji klinis.
Meski begitu, kata dia, Bio Farma, akan bekerja sama dengan negara-negera tetangga untuk melakukan uji klinis bersama sebagai jalan keluarnya.
Sebelumnya, Kepala Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman Amin Soebandrio telah menjelaskan perkembangan vaksin Merah Putih memasuki batas waktu yang sudah ditargetkan pada Maret.
“Akhir Maret ini, sudah dalam proses transisi penyerahan bibit vaksin itu ke PT Bio Farma,” ujarnya Selasa, 16 Maret 2021.
LBM Eijkman merupakan salah satu dari enam lembaga yang mengembangkan vaksin COVID-19 secara lokal. Lima institusi lainnya adalah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Airlangga (Unair).
LBM Eijkman juga disebut-sebut sebagai pengembang vaksin Merah Putih tercepat dibandingkan institusi lainnya.