Bagikan:

JAKARTA - Ketua Fraksi PAN DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta pemerintah khususnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk segera memikirkan alternatif pengadaan vaksin untuk keperluan penyuntikan vaksinasi nasional. 

Mengingat adanya rencana embargo vaksin dari beberapa negara produsen vaksin. Ia khawatir embargo tersebut akan mengganggu kelanjutan dan kelancaran pelaksanaan vaksinasi COVID-19 di Indonesia.

"Vaksin ini, kebutuhan mendesak. Selain penerapan protokol kesehatan, vaksinasi juga salah satu solusi dalam memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19. Karena itu, pemerintah wajib menyediakan vaksin bagi 70 persen masyarakat yang menjadi target sasaran," tegas Saleh, Senin, 29 Maret.

Sementara, lanjutnya, jika menggunakan skema yang ada, Indonesia dinyatakan membutuhkan 420 juta dosis vaksin untuk memenuhi kebutuhan 181,5 juta warga. 

"Jumlah ini sangat besar. Tidak cukup hanya mengandalkan satu produsen saja," kata Saleh.

Anggota Komisi IX DPR itu mendesak pemerintah untuk memprioritaskan pengadaan vaksin di dalam negeri. Ia menilai, Vaksin Merah Putih dan Vaksin Nusantara juga tidak kalah dengan vaksin impor.  Bahkan, kata Saleh, menurut para penelitinya vaksin Nusantara lebih baik dari vaksin impor. 

"Anehnya, Vaksin Nusantara sampai hari ini belum mendapat izin untuk melanjutkan uji klinis tahap kedua," jelasnya.

Padahal, kata Saleh, jika diberi ijin maka Vaksin Nusantara diperkirakan sudah bisa produksi pada bulan Juli yang akan datang.

"Kalau produk dalam negeri, Vaksin Nusantara lebih maju dari vaksin merah putih lainnya. Sebab, sudah memasuki uji klinis tahap kedua. Sementara, Vaksin Merah Putih lainnya diperkirakan baru bisa uji klinis pada akhir tahun 2022. Tidak salah, jika kemudian banyak masyarakat yang berharap pada Vaksin Nusantara," ungkap Saleh.

Untuk itu, Saleh berharap agar Kementerian kesehatan, BPOM, peneliti, sponsor, dan pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian Vaksin Nusantara bisa duduk bersama membahas kelanjutan pengembangannya. 

Ia menyarankan, agar segera dicarikan formulasi yang tepat untuk menyamakan perbedaan persepsi dan pandangan terkait penelitian yang dilaksanakan. Dengan begitu, kata Saleh, penelitian ini bisa segera dilanjutkan.

"Pemerintah tidak bisa tinggal diam. Di tengah isu embargo saat ini, campur tangan pemerintah menjadi faktor penentu. Jangan biarkan negara lain mendahului kita dalam penelitian vaksin dentritik seperti ini. Indonesia harus mandiri dan berdaulat dalam rangka melindungi kesehatan warga masyarakat," tandasnya.