Vaksin Nusantara vs Merah Putih, Siapa yang Jadi Juaranya?
Ilustrasi vaksin. (Sam Moqadam/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah menyatakan dukungan terhadap pengembangan buatan vaksin COVID-19 dalam negeri, mulai Vaksin Merah Putih hingga Vaksin Nusantara.

Menurut Presiden Jokowi, penelitian dan pengembangan obat dan vaksin sangat penting ditengah pandemi COVID-19 yang masih menghantui Tanah Air. Namun, Presiden mengingatkan agar proses pengembangan vaksin harus mengikuti kaidah keilmuan.

Beriringan dengan dukungan Presiden, polemik antara dua vaksin buatan anak bangsa justru semakin terlihat. Setelah sebelumnya ada penolakan kelanjutan penelitian bagi vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto lantaran dianggap tidak memenuhi kaidah klinis.

Terawan harus legowo apabila izin Vaksin Nusantara dihentikan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan batal didanai pemerintah. Sebab di lain sisi, sikap berbeda justru diterima Tim Vaksin Merah Putih yang diperbolehkan melanjutkan pengembangannya. Bahkan, dipastikan mendapat izin penggunaan darurat (emergency use authorization/EUA) pada pertengahan 2022.

Lantas apa yang mempengaruhi sikap BPOM membedakan Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih?

Vaksin Nusantara

Vaksin Nusantara disebut menggunakan pendekatan dendritik, dengan menggandeng PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bekerja sama AIVITA Biomedical Inc asal California, Amerika Serikat. Pengembangan vaksin ini digagas pada akhir 2020, ketika Terawan Agus Putranto masih menjabat Menteri Kesehatan.

Dari sisi teknologi, penggunaan sel dendritik memungkinkan vaksin ini diproduksi disesuaikan kondisi tiap pasien. Karenanya, vaksin ini diklaim aman untuk komorbid atau lansia. Teknologi sel dendritik yang sebelumnya lazim dipakai pada terapi kanker.

Pakar Kesehatan dari Ikatan Ahli Kesehatan Mayarakat Indonesia (IAKMI) dr. Hermawan Saputra mengungkapkan, pendekatan dendritik memang masih menjadi perdebatan bahkan di Amerika Serikat dan belum disetujui untuk diuji cobakan.

Vaksin Merah Putih

Sementara, Vaksin Merah Putih sejak awal didukung oleh pemerintah dengan APBN, dan rencana akan selesai uji coba pada tahun 2022. 

Vaksin Merah Putih tidak merujuk pada satu jenis vaksin saja, melainkan sekelompok kandidat vaksin yang dikembangkan oleh konsorsium riset di bawah naungan Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN). 

Di dalam konsorsium ini, ada 7 lembaga yang turut mengembangkan vaksin Merah-Putih, masing-masing dengan platform yang berbeda salah satunya LBM Eijkman.

Tahap Pengembangan Vaksin Nusantara dan Merah Putih

Penggagas Vaksin Nusantara, Terawan Agus Putranto mengatakan Vaksin Nusantara yang berbasis sel dendritik autolog atau komponen dari sel darah putih sudah melewati tahap praklinik uji hewan. Bahkan ia mengklaim vaksin tersebut aman digunakan.

"Saya sudah WhatsApp-kan hasil uji praklinik mengenai vaksin safety (keamanan) dan efikasi oleh pihak ketiga di Amerika Serikat. Nah, itu sudah dikerjakan, maka kami tidak melakukan lagi (uji praklinik) di Indonesia," ujar Terawan saat Rapat Bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR, Komplek Senayan, Jakarta, ditulis Jumat 12 Maret.

"Hasilnya sudah ada. Sudah kami kirimkan ke BPOM. Soal uji praklinik sel dendritik untuk Vaksin Nusantara ke binatang ini juga sudah Saya konsultasikan dengan Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin, Prof Chaerul Nidom Anwar." sambungnya.

Sedangkan, pengembangan vaksin Merah Putih untuk virus corona baru memasuki tahap persiapan untuk uji coba pada hewan.

Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio mengatakan, pihaknya saat ini sedang mengumpulkan protein rekombinan dari sistem ekspresi sel mamalia dan sel ragi. 

Kedua sel itu lanjutnya akan dijadikan semacam pabrik protein rekombinan. Apabila produksi protein rekombinannya sudah konstan baru dilanjutkan dengan uji coba pada hewan.

Lebih lanjut Amin menjelaskan lembaganya memiliki waktu dua belas bulan sejak Maret lalu untuk mendapatkan bibit vaksin. Bibit vaksinnya nanti diserahkan kepada Bio Farma sebagai produsen.

Sebelum bisa dibuat secara massal, tambahnya, Bio Farma harus melakukan tahapan uji klinis 1 sampai 3 serta mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Apakah vaksin merah putih akan lebih manjur dan aman dibandingkan vaksin dari luar negeri, mengingat pengembangannya diambil dari virus yang bersirkulasi di Indonesia? Amin mengatakan tidak bisa membandingkan karena belum ada datanya.

“Kalau aman kami pastikan, ya. Kami kerja juga tidak terlalu terburu-buru karena memastikan keamanannya. Kalau manjur, kita tidak bisa membanding-bandingkan dengan vaksin yang lainnya karena belum ada datanya,” ungkap Amin.

Sikap Pemerintah Terhadap Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih

Kepala BPOM Penny Lukito menyatakan lembaganya mendampingi proses pengembangan vaksin Merah Putih buatan dalam negeri.

Pengembangan vaksin Merah Putih tersebut direncanakan berlangsung sejak Maret 2020 hingga Februari 2021, dimulai dari identifikasi antigen, pembuatan seed virus atau bibit virus, dan prototipe vaksin.

"Prototipe vaksin inilah yang akan diserahkan kepada Biofarma untuk menjalani proses hilirisasi, dari upscaling, uji praklinis, uji klinis fase 1,2, dan 3, nanti dalam 20 hari kerja mendapat izin untuk komersialisasi," ujar Penny.

Sementara Sekretaris Bio Farma Bambang Heriyanto, mengatakan diperkirakan Indonesia akan memiliki vaksin merah putih ini pada pertengahan 2022.

Bambang juga menyampaikan bahwa Kemenristek dan Kemenkes sebelumnya sudah bersepakat untuk pembagian tugas dalam penganggarannya dengan Vaksin Nusantara.

Penyediaan anggaran sampai dengan bibit vaksin beserta infrastrukturnya ada di Kemenristek, sedangkan untuk anggaran uji klinis berada di Kemenkes.

"Kami siap mengakomodir, tetapi memang tahapan vaksin Nusantara sudah masuk uji klinis. Sedang kami lebih banyak di hulunya, di labnya," pungkas Bambang.

Sedangkan, Tim Uji Klinis menargetkan Vaksin Nusantara dapat diproduksi secara massal mulai Juni 2021. Namun kondisi itu hanya dapat tercapai bila Badan Pengawas Obat dan Keamanan (BPOM) memberikan lampu hijau untuk Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis II dan III dalam sebulan hingga dua bulan ke depan.

Nantinya vaksin yang diprakarsai oleh Mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto ini akan membutuhkan 180 relawan untuk uji klinis II. Sedangkan uji klinis tahap III dibutuhkan 1.600 relawan.

Sehingga dapat disimpulkan, Vaksin Merah Putih sejatinya produksi akan dimulai diakhir tahun 2021 ini atau awal tahun 2022 oleh Bio Farma.

Adapun terkait Vaksin Nusantara yang dikembangkan oleh dr. Terawan dkk pengembangannya ditolak oleh BPOM dengan alasan tidak memenuhi kaidah klinis yang baik.