Junta Militer Myanmar Gelar Sensus Bulan Depan untuk Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2025

JAKARTA - Pemerintah militer Myanmar akan menggelar sensus penduduk dan rumah tangga secara nasional pada Bulan Oktober, kata media pemerintah pada Hari Senin, terkait dengan rencana untuk mengadakan Pemilu pada tahun 2025 yang dijanjikan sebelumnya, di tengah konflik yang berkecamuk di seluruh wilayah negara tersebut.

Data sensus yang dikumpulkan antara tanggal 1-15 Oktober akan digunakan untuk menyelenggarakan pemilu umum tahun depan, kata kepala junta Jenderal Senior Min Aung Hlaing dalam sebuah pertemuan pada Hari Minggu.

"Sensus dapat digunakan dalam penyusunan daftar pemilih yang benar dan akurat yang merupakan kebutuhan dasar untuk menyelenggarakan pemilu umum demokrasi multipartai yang bebas dan adil," kata Jenderal Senior Min Aung Hlaing secara terpisah dalam pidato yang disiarkan televisi pada Hari Minggu, melansir Reuters 2 September.

Pemilu yang diusulkan tersebut telah banyak dicemooh sebagai penipuan dan hasilnya tidak mungkin diakui oleh negara-negara barat, dengan puluhan partai dibubarkan karena tidak mendaftar untuk ikut serta, termasuk Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang dominan, yang pemerintahannya digulingkan oleh junta.

Negara berpenduduk 55 juta jiwa ini dilanda kekacauan sejak Februari 2021, ketika militer menggulingkan pemerintahan populer peraih Nobel dan pemimpin NLD Aung San Suu Kyi, dengan alasan kecurangan dalam pemilu yang dimenangkan dengan telak dua bulan sebelumnya.

Banyak politisi NLD, termasuk Suu Kyi ditangkap. Sementara, mereka yang melarikan diri mengatakan tuduhan junta tentang kecurangan daftar pemilih tidak berdasar dan dibuat-buat untuk membenarkan kudeta.

Kudeta tersebut memicu protes luas yang ditanggapi dengan tindakan keras brutal yang mengubah demonstrasi menjadi gerakan perlawanan bersenjata.

Sejak saat itu, kudeta tersebut bergabung dengan banyak tentara etnis minoritas yang mapan untuk menjadi tantangan paling signifikan bagi militer dalam beberapa dekade.

Pemerintah militer pada Bulan Juli mengatakan, 27 partai yang telah mendaftar untuk pemilu telah mengecam pemberontakan tersebut.

Junta tidak memiliki kendali efektif atas Myanmar, setelah kehilangan otoritas penuh atas kota-kota yang mencakup 86 persen wilayah negara yang menampung 67 persen populasi, kata Dewan Penasihat Khusus untuk Myanmar dalam sebuah laporan Bulan Mei.

Awal tahun ini, ribuan anak muda juga melarikan diri ke luar negeri setelah junta menyerukan wajib militer untuk menambah jumlah pasukannya yang terus berkurang.

Bulan lalu, menteri luar negeri Tiongkok Wang Yi menjanjikan bantuan teknologi untuk proses sensus untuk "pemilihan umum yang menyeluruh" dalam pertemuan dengan Jenderal Senior Min Aung Hlaing, menurut media junta.

Sementara, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) paralel, yang terdiri dari mantan anggota parlemen dan penentang junta lainnya, mengatakan masyarakat internasional dan negara-negara tetangga harus mengecam pemilihan umum dan proses sensus tersebut.

"Junta memiliki niat untuk melakukan pemilihan umum palsu dan dengan menggunakan alasan sensus, mereka mengumpulkan informasi dari orang-orang yang akan mereka gunakan untuk meneror mereka," kata juru bicaranya Kyaw Zaw.