Junta Myanmar Berlakukan Undang-Undang Dinas Militer
Jenderal Senior Min Aung Hlaing memimpin parade militer Myanmar. (Wikimedia Commons/Mil.ru)

Bagikan:

JAKARTA - Rezim junta Myanmar memberlakukan undang-undang dinas militer yang mengizinkan mereka memanggil pria berusia 18 hingga 35 tahun, dan wanita dari 18 hingga 27 tahun untuk bertugas selama dua tahun.

Pernyataan ini diumumkan junta Myanmar pada Minggu 11 Februari, di saat pasukan negara itu tengah kewalahan menghadapi pasukan pemberontak, yang melakukan perlawanan setelah kudeta militer pada 2021 lalu.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak pengambilalihan kekuasaan sipil hasil pemilu oleh militer pada awal Februari 2021. Sejak militer berkuasa, timbul kekacauan, dan rakyat melakukan protes massal menuntut kembalinya pemerintahan sipil yang demokrasi. Namun, junta Myanmar membalas aksi demo itu dengan tindakan keras.

Kini setelah tiga tahun berlalu, pasukan junta Myanmar mendapat perlawanan keras dari aliansi kelompok bersenjata yang bergabung dengan milisi etnis minoritas.

Departemen Informasi junta Myanmar mengatakan, efektivitas pemberlakuan undang-undang dinas militer rakyat mulai 10 Februari 2024.

Undang-undang tersebut dibuat junta pada 2010 tetapi tidak pernah diberlakukan.

Disebutkan, Kementerian Pertahanan junta Myanmar akan mengeluarkan peraturan, prosedur, perintah pengumuman, pemberitahuan dan instruksi yang diperlukan terkait undang-undang tersebut.

“Sistem dinas militer nasional yang melibatkan semua orang sangat penting karena situasi yang terjadi di negara kami,” kata juru bicara junta Zaw Min Tun.

Undang-undang tersebut juga menetapkan bahwa dalam keadaan darurat, masa kerja dapat diperpanjang hingga lima tahun dan mereka yang mengabaikan panggilan untuk bertugas dapat dipenjara untuk jangka waktu yang sama.

Junta Myanmar mengumumkan keadaan darurat ketika mereka merebut kekuasaan pada 2021, dan tentara baru-baru ini memperpanjang situasi tersebut selama enam bulan.

Kelompok pemberontak yang menamakan diri pasukan pertahanan rakyat telah merekrut puluhan ribu anggota muda dan melakukan perlawanan terhadap junta di seluruh wilayah negara.

Pada akhir Oktober, aliansi pejuang etnis minoritas melancarkan serangan mendadak di negara bagian Shan utara, merebut wilayah dan mengambil kendali jalur perdagangan yang menguntungkan di perbatasan Myanmar-Tiongkok.