Junta Militer Myanmar Cabut Pengampunan Ekonom Australia
Yangon. Myanmar/ILUSTRASI/UNSPLASH/Alexander Schimmeck

Bagikan:

JAKARTA - Junta militer Myanmar mencabut pengampunan penjara atas ekonom Australia, yang juga penasihat pada pemerintahan demokratis negara itu sebelumnya.. 

Ahli ekonomi  Sean Turnell, dibebaskan pada November tahun lalu dan sudah kembali ke negaranya. 

Sebelum dibebaskan, ia sempat ditahan di penjara Myanmar selama 21 bulan. 

Turnell dahulu bekerja sebagai penasihat bagi Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi, yang digulingkan. 

Junta militer telah mencabut pengampunan bagi Turnell dan memerintahkan dia untuk hadir dalam sidang pengadilan di Myanmar, televisi ABC News dikutip ANTARA, Kamis, 26 Januari. 

Turnell dituduh melanggar persyaratan pengampunan karena dianggap junta memberikan informasi salah tentang Myanmar dalam wawancara, menurut ABC News.

Pemerintah Australia menyampaikan keprihatinan mendalam atas perkembangan terbaru tersebut dan mengatakan mereka tidak pernah menerima dasar penahanan Turnell.

“Pemerintah Australia tidak pernah menerima dasar penahanan Profesor Turnell, atau pun tuduhan terhadapnya, dan kami kecewa bahwa ia saat ini diminta menjawab untuk pelanggaran yang tidak ditentukan setelah pembebasannya dari penahanan,” kata Kementerian Luar Negeri Australia.

Turnell adalah penasihat ekonomi Suu Kyi, yang digulingkan ketika militer mengambil alih kekuasaan melalui kudeta pada Februari 2021 dan menahan tokoh Myanmar itu.

Belakangan, junta militer menghukum sang ekonom tiga tahun penjara atas tuduhan melanggar undang-undang kerahasiaan.

Pada November tahun lalu, junta militer Myanmar membebaskan 5.744 tahanan, termasuk Duta Besar Inggris Vicky Bowman dan suaminya Ko Htein Lin, produser film asal Jepang Toru Kubota, serta Turnell, yang kembali ke Australia.

Namun demikian, Suu Kyi dan para pemimpin politik senior dari partainya tidak termasuk dalam daftar penerima amnesti tersebut.

Pemerintahan Suu Kyi digulingkan melalui kudeta militer setelah partainya, Liga Nasional untuk Demokrasi, meraih kemenangan dalam pemilihan umum pada November 2020.

Kudeta itu diikuti dengan kerusuhan sipil yang meluas ketika orang-orang mengecam penggulingan Suu Kyi dan pemerintahan militer.

Junta menindak aksi-aksi protes itu dengan kekerasan, meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan bahwa negara itu telah jatuh ke dalam perang saudara.

Sejak saat itu, tentara junta menewaskan lebih dari 1.500 orang dalam tindakan keras terhadap perbedaan pendapat, menurut kelompok pemantau lokal Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik.