Eks Direktur Keuangan PT Pertamina Dicecar KPK Soal Dugaan Pemalsuan Dokumen Pengadaan LNG

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pemalsuan dokumen risalah rapat direksi PT Pertamina (Persero) terkait pengadaan liquified natural gas (LNG). Dugaan ini didalami dengan memeriksa eks Direktur Keuangan PT Pertamina, Andri Trunajaya Hidayat.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama ATH yang merupakan Direktur Keuangan PT Pertamina periode 9 Desember 2011 sampai 28 November 2014,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 31 Juli.

Tessa menyebut Andri memenuhi panggilan tersebut. Dalam pemeriksaan, penyidik mendalami dugaan pemalsuan dokumen risalah rapat hingga ada tidaknya izin pemegang saham dan komisaris saat proses pembelian LNG dilakukan.

“Konfirmasi penyidik (saksi, red) hadir. Saksi didalami ada tidaknya izin pemegang saham dan komisaris dalam pembelian LNG impor serta mendalami dugaan pemalsuan dokumen risalah rapat direksi terkait dengan keputusan pembelian LNG impor,” tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, KPK saat ini sedang mengembangkan kasus korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) dan menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Senior Vice President (SPV) Gas and Power Pertamina 2013-2014, Yenni Andayani dan Hari Karyulianto yang merupakan Direktur Gas Pertamina 2012-2014.

Keduanya, merupakan anak buah Karen saat menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero). Selain itu, mereka mendapat kuasa dari Karen untuk menandatangani perjanjian jual beli atau sales purchase agreement (SPA) LNG Train 1 dan Train 2 dari anak usaha Cheniere Energy, Inc., Corpus Christie Liquefaction, LCC atau CCL.

Adapun Karen Agustiawan sudah divonis sembilan tahun penjara dalam kasus ini dan denda Rp500 juta oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Dia dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Terhadap putusan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mengajukan banding. Langkah ini diambil karena hakim tidak menghukum Karen membayar uang pengganti Rp 1.091.280.281,81 dan 104,016.65 dollar Amerika Serikat seperti tuntutan yang diajukan.