Tolak RS Lapangan untuk Anak-anak Gaza oleh IDF yang Diusulkan Menhan, PM Israel Dinilai Bermain Politik
JAKARTA - Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dinilai bermain dengan politik dan mempertaruhkan nyawa, saat ini menolak rencana pembangunan rumah sakit lapangan untuk anak-anak Gaza di wilayah Israel dekat perbatasan, yang diusulkan oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan memicu pertikaian publik keduanya.
Menhan Gallant pada Hari Rabu mengumumkan rencana Israel Defense Forces (IDF) membangun rumah sakit untuk anak-anak Gaza di wilayah Israel dekat perbatasan, lantaran penutupan penyeberangan perbatasan Rafah ke Mesir.
Mesir telah menghentikan semua pergerakan melalui Rafah, dengan mengatakan hal itu sebagai protes pengambilalihan wilayah tersebut oleh Israel sebagai bagian dari serangannya di Gaza selatan.
Hal ini telah merugikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza serta kemampuan kasus-kasus kemanusiaan untuk meninggalkan wilayah tersebut. Namun pengumuman Menhan Gallant tampaknya tidak dikoordinasikan dengan perdana menteri.
"Ini adalah solusi jangka pendek yang signifikan yang akan mengatasi kebutuhan kemanusiaan yang mendesak hingga mekanisme permanen didirikan untuk mengevakuasi dan merawat anak-anak yang sakit," kata kantor Menhan Gallant, tanpa memberikan jadwal atau rincian apakah rumah sakit tersebut akan dijalankan oleh Israel atau entitas lain, dilansir dari The Times of Israel 19 Juli.
Pada Hari Kamis, Kantor PM Netanyahu mengumumkan ia telah mengirim surat kepada Menhan Gallant yang mengatakan tidak akan menyetujui pendirian rumah sakit lapangan "dan karena alasan ini, rumah sakit itu tidak akan didirikan."
"PM Netanyahu telah memberi tahu secara tertulis, dia tidak menyetujui pembangunan rumah sakit untuk warga Gaza di Israel dan karena itu rumah sakit itu tidak akan dibangun," kata kantornya dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Anadolu.
Seorang pejabat di Kementerian Pertahanan mengatakan kepada The Times of Israel, "Perdana menteri melarang rumah sakit untuk anak-anak yang terluka dibuka karena alasan politik."
itu tampaknya merujuk pada Netanyahu yang berusaha menghindari kritik dari sekutu sayap kanannya, yang menjadi sandaran koalisinya. Kantor Perdana Menteri menolak menanggapi tuduhan pejabat pertahanan tersebut.
Setelah pernyataan Netanyahu, kantor Gallant menanggapi dengan mengatakan rencana untuk mendirikan rumah sakit lapangan telah diajukan karena rencana sebelumnya untuk mengirim anak-anak yang sangat membutuhkan perawatan ke luar negeri telah ditahan oleh Kantor Perdana Menteri.
Kantor tersebut mencatat, PM Netanyahu sebelumnya telah menerima rekomendasi awal menteri agar kasus-kasus yang rumit dikirim ke luar negeri melalui Israel, tetapi kemudian gagal untuk melanjutkan program tersebut.
Gallant mengklaim, ia telah mengajukan banding ke Kantor Perdana Menteri dan Dewan Keamanan Nasional (NSC) dua minggu lalu untuk meminta arahan agar dikirim ke kementerian terkait agar bekerja sama dalam rencana tersebut.
"Meskipun ada arahan yang jelas dari perdana menteri untuk memberlakukan usulan menteri pertahanan, diskusi tentang topik tersebut dibatalkan dan instruksi NSC tidak dikirim," kata kantor Gallant
Kantor Gallant mengatakan bahwa karena kebutuhan mendesak untuk mengambil tindakan, menteri pertahanan telah mengumumkan pendirian rumah sakit lapangan.
"Baru setelah arahan menteri pertahanan untuk mendirikan rumah sakit lapangan, NSC ingat untuk menanggapi permintaannya dan mengadopsi usulannya untuk memindahkan pasien yang kompleks dari Gaza ke negara ketiga melalui Israel," kata kantor Gallant.
Ini bukan kali pertama PM Netanyahu dan Menhan Gallant terlibat perselisihan sejak koalisi dibentuk. Dalam beberapa kesempatan, sejumlah menteri telah mendesak PM Netanyahu untuk memecat Menhan Gallant.
Baru-baru ini Gallant telah mendesak perdana menteri untuk mencapai kesepakatan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas, yang dilaporkan menyebabkan perdebatan sengit antara keduanya.
Pada bulan Mei, menteri pertahanan secara terbuka mendesak PM Netanyahu untuk mengesampingkan kemungkinan pemerintahan militer atau sipil Israel di Gaza, sebaliknya menyarankan "entitas Palestina" dan "aktor internasional" lainnya harus memerintah Jalur Gaza.
Baca juga:
- Trump Pede Akhiri Perang Ukraina, Diplomat Rusia: Pisahkan Retorika Pra-Pemilu, Mari Realistis
- AS Tempatkan Rudal Jarak Jauh di Jerman, Wamenlu Rusia: Kita akan Lakukan Segala Hal untuk Pukul Mundur Ancaman
- Terpilih Kembali Sebagai Presiden Komisi Eropa, von der Leyen: Lima Tahun ke Depan akan Menentukan
- Uni Eropa Berencana Buat Pertahanan Bersama, Kremlin: Realitas yang Harus Kita Hadapi
Sedangkan PM Netanyahu telah menepis semua diskusi tentang "hari setelah" di Gaza sebagai hal yang tidak berarti sampai Hamas dikalahkan.
Pada akhir Maret 2023, PM Netanyahu memecat Gallant karena memperingatkan perpecahan dalam masyarakat Israel yang disebabkan oleh rencana perombakan peradilan koalisi menimbulkan "ancaman yang jelas, langsung, dan nyata terhadap keamanan negara." Pemecatannya disambut dengan kemarahan publik dan ia dipekerjakan kembali dua minggu kemudian.
Terpisah, otoritas kesehatan di Gaza pada Hari Kamis mengumumkan, jumlah korban tewas warga Palestina sejak konflik terbaru di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023 lalu telah mencapai 38.848 jiwa dan 89.459 lainnya luka-luka, dengan mayoritas korban adalah perempuan dan anak-anak, dikutip dari WAFA.