Rudy Hartono dan Liem Swie King, Mana yang Terbaik di All England?

JAKARTA - All England adalah salah satu kompetisi bulu tangkis paling sengit. Tiap gelarannya selalu jadi tontonan menarik. Final All England kerap melahirkan juara dunia baru. Pada 1978, misalnya. Kala itu semua mata dunia tertuju pada All Indonesian Final yang memertemukan Rudy Hartono dan Liem Swie King. Gelaran itu jadi salah satu final terbaik sepanjang masa All England.

Jauh sebelum gelaran All England 1978, Liem Swie King masih jauh dari mimpi itu. Jangankan jadi juara. Jadi peserta All England saja belum terbayang. Sementara, rivalnya, Rudy Hartono adalah seorang legenda hidup yang telah delapan kali jadi juara. Rekor itu bahkan tiada tanding hingga kini. Kekaguman akan sosok Rudy Hartono juga dirasakan pengusaha kenamaan, Ciputra.

“Saya memang sudah terinspirasi sejak lama oleh cahaya dahsyat yang disemburkan para atlet bulu tangkis Indonesia di tahun 1958. Keberhasilan tim Indonesia merebut Piala Thomas di Singapura dengan melibas Malaysia sangat gemilang dan mengagumkan. Saya kagum pada Tan Joe Hok, Njoo Kiem Bie, Ferry Sonneville, Tan King Gwan, dan Olich Solihin. Tahun 1968, ganda putri, Minarni dan Retno Kustiyah menjadi juara All England. Apalagi kemudian ada sosok luar biasa bernama Rudy Hartono. Pemuda ajaib yang berhasil menjadi juara All England tujuh kali berturut-turut,” ungkap Ciputra dikutip Alberthiene Endah dalam buku Ciputra The Entrepreneuer (2019).

Kala Rudy Hartono menjalani masa keemasannya, Liem Swie King masih menghabiskan waktu berlatih. Siang-malam dilakoni Liem Swie King agar dapat meraih cita-cita jadi juara dunia. Berkat ketekunannya, Liem Swie King berhasil mengikuti All England 1974. Sayang, Liem Swie King selalu gagal. Pada 1974, Liem Swie King kalah dari Svend Pri (Denmark) di 16 besar. Lalu, pada 1975, langkahnya dijegal Flemming Delfs (Denmark) di perempat final.

Kemenangan kontroversial Rudy Hartono atas Liem Swie King

Liem Swie King tak langsung menyerah. Ia selalu belajar dari kekalahan-kekelahan yang pernah dialaminya. Alhasil, pada gelaran All England 1976, Liem Swie King mengalami peningkatan yang mengejutkan. Liem Swie King yang sebelumnya kalah di 16 besar dan perempat final berhasil melaju sampai ke final pada All England 1976. Pada momentum itu, Liem Swie King berhadapan dengan seniornya, Rudy Hartono untuk kali pertama.

“DI final, 27 Maret, menghadapi yuniornya Liem Swie King, Rudy menang dengan 15-7, 15-5. Keinginan Rudy dan seluruh jajaran bulu tangkis serta olahraga Indonesia, menempatkan seorang atletnya di jajaran dunia, tercapai sudah,” tulis Brigita Isworo L. dan T.D. Asmadi dalam buku 1000 Tahun Nusantara (2000).

Rudy Hartono (Sumber: allenglandbadminton.com)

Meski begitu, kemenangan Rudy Hartono menimbulkan kontroversi. Liem Swie King dianggap sengaja memberi kemenangan pada Rudy Hartono. Tujuannya, supaya Rudy Hartono dapat mencatat kemenangan delapan kali di All England. Dengan catatan itu Rudy Hartono memecahkan rekor, melampaui capaian Erlans Kops dari Denmark.

Liem Swie King sendiri mengakui ada salah satu petinggi Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI) yang terbang ke Inggris untuk menemuinya. Dalam pertemuan itu si petinggi PBSI membujuk Liem Swie King merelakan Rudy Hartono menjadi juara kedelapan kali. Dengan hormat, demi merah putih, katanya.

Balas dendam Liem Swie King di All England 1978

Meski mengidolai Rudy Hartono sepenuh hati, Liem Swie King tetap tancap gas saat mengikuti gelaran All England 1978. Seperti diduga banyak pihak, All England kembali menggelar All Indonesian Final antara Liem Swie King melawan Rudy Hartono. Pada saat pertandingan final digelar, gelegar teriakan tujuh ribu penonton di Inggis menyambut pertemuan kembali senior dan junior tersebut.

Liem Swie King yang merasa sudah saatnya menjadi juara, langsung menunjukkan kelasnya sebagai calon jawara. Rudy Hartono pun ditundukkan Liem Swie King dalam dua set langsung. Liem Swie King menang 15-10, 15-3. Gelar juara All England pertama pun diraih Liem Swie King.

Kemenangan ini, kata Liem Swie King jadi yang paling berkesan selama kariernya di dunia bulu tangkis. Kemudian, Liem Swie King menambah koleksi kemenangannya dengan menjuarai All England 1979 dan 1981.

Liem Swie King (Sumber: BWF Virtual Museum)

“Ketika Liem Swie King menjuarai untuk pertama kalinya arena bulu tangkis paling bergengsi, All England di Wembley tahun 1978, pukulan smes (The King’s Smes) pemuda kelahiran Kudus itu menjadi bahan pembicaraan di kalangan bulu tangkis dunia. Smesnya yang menggetarkan, dibarengi dengan loncatan tinggi, gebukan keras disertai dengan ayunan berat badan dan arah bolanya tajam menghunjam, membuat kubu China selalu merekam permainan Liem Swie King ini dengan alat video,” imbuh Jimmy S Hariyanto dalam buku Panggil Aku King (2009).

Atas keberhasilan itu, legenda bulu tangkis Indonesia, Tan Joe Hok memuji Liem Swie King. Dikutip dari laporan Majalah Tempo berjudul King Jadi Raja (1978), Tan Joe Hok mengungkap juara All England tiga kali itu punya pukulan yang dahsyat.

Liem Swie King disebutnya sebagai pemain baik. Fisiknya kuat, kakinya kuat, dan pukulannya keras. Oleh sebab itu, Tan Joe Hok menjulukinya sebagai Jenderal Besar. Alasannya, karena Liem Swie King muncul ketika kekuatan bulu tangkis dunia merata, tak sendirian seperti era Rudy Hartono.

“Jadi kalau King menang, artinya dia benar-benar jago.”

*Baca Informasi lain soal BULU TANGKIS atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.

MEMORI Lainnya