Ratusan PJLP Pensiun, Kenneth DPRD DKI: Bakal Berdampak Negatif pada Program Pemprov Jakarta
JAKARTA - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Hardiyanto Kenneth mempertanyakan esensi dari Surat Edaran Sekda Nomor 11/SE/2024 tentang Optimalisasi Pemanfaatan dan Penataan Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) di lingkungan Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta.
Saat ini, ada ratusan PJLP atau honorer yang sudah memasuki umur 56 tahun yang diputus kontrak karena sudah memasuki masa pensiun. Mereka diberitahu bahwa anak atau anggota keluarga lain dapat menggantikan posisi mereka, namun sampai saat ini belum ada kepastian.
Aturan tersebut tercantum dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengendalian PJLP yang ditandatangani oleh Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, pada 1 November 2022. Beberapa posisi yang diisi oleh PJLP/Honorer termasuk Satgas PPSU di setiap kelurahan di Jakarta, Bina Marga, Dishub, Damkar, Satpol PP, UPK Badan Air Lingkungan Hidup hingga Satgas biru Dinas Sumber Daya Air.
"PJLP atau honorer yang pensiun sudah lumayan banyak jumlahnya, namun SKPD terkait belum diberikan kesempatan untuk mengisi kembali posisi yang kosong. Seharusnya posisi kosong akibat dari PJLP/Honorer yang pensiun harus segera diisi kembali agar jumlah komposisi tidak berkurang. Pengurangan jumlah komposisi PJLP/Honorer dikhawatirkan dapat berdampak negatif pada program pembangunan dan pelayanan di Jakarta," kata Kenneth dalam keterangannya, Rabu 10 Juli.
Pria yang akrab disapa Bang Kent itu menyoroti akibat dari jumlah komposisi tenaga honorer di bidang teknis dan pelayanan seperti operator alat berat, penjaga rumah pompa, supir mobil sampah, Satgas Petugas Kebersihan Luar Gedung/PKLG Dinas Tata Air, serta Satgas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) di setiap kantor kelurahan di Jakarta yang berkurang.
"Pengurangan jumlah komposisi ini otomatis pasti akan berdampak pada rencana kerja, dan strategis pelaksanaan program di dinas terkait," bebernya.
Baca juga:
- WNA Dicegah ke Luar Negeri Terkait Dugaan Korupsi Pengadaan Lahan di Rorotan Jakarta
- Parlemen Malaysia Ungkap Pelajar SMA di Kelantan Banyak yang Konsumsi Vape 'Magic Mushroom', Penyelidikan Digelar
- Turis Spanyol Dekati Gajah Berbobot 3,5 Ton di Afsel Tewas Dinjak-injak di Hadapan Tunangannya
- Soal Fasilitas Mewah Komisioner KPU Asal Tak Langgar Aturan, Mahfud MD: Rusaknya Negara Hukum
Disamping itu, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta ini sangat mendukung moratorium rekrutmen PJLP/Honorer baru tahun pengadaan 2024 demi efisiensi penghematan anggaran daerah, namun ia tidak setuju jika harus mengurangi komposisi jumlah PJLP yang ada akibat dari pensiunnya PJLP/Honorer tersebut.
"Pada prinsipnya saya sangat mendukung moratorium rekrutmen PJLP baru yang diatur dalam SE Sekda DKI Jakarta Nomor 11/SE/2024 tentang optimalisasi PJLP/Honorer ini karena memang terkait efisiensi penghematan anggaran daerah. Namun, saya berharap bahwa moratorium ini tidak berlaku bagi PJLP/Honorer yang pensiun, karena dengan berkurangnya komposisi jumlah PJLP yang sudah ada, pasti akan memperlambat pelaksanaan program yang sedang berjalan," tutur Kent.
Kent pun memberikan salah satu contoh program yang berpotensi terhambat jika jumlah komposisi PJLP ini berkurang, yaitu program pengerukan lumpur di 13 sungai Jakarta. Diketahui, program pengerukan lumpur ini seharusnya bisa dilakukan secara rutin untuk mengurangi sedimen lumpur yang terdapat di 13 sungai, sehingga daya volume di 13 sungai itu bisa lebih maksimal dalam menampung derasnya curah hujan dan air kiriman dari kota penyangga yang sering mengakibatkan banjir di Jakarta.
Selain itu, lanjut dia, program pengerukan lumpur ini juga tidak perlu menggunakan anggaran yang terlalu besar dan diyakini sangat efektif dalam mengatasi masalah banjir di Jakarta.
"Salah satu contoh permasalahan konkret adalah pelaksanaan pengerukan lumpur di 13 sungai di Jakarta yang terhambat karena berkurangnya sumber daya manusia PJLP/Honorer, dan masih banyak lagi permasalahan lainnya," tutur Kepala Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) DPD PDIP Provinsi DKI Jakarta itu.
Kent juga menanggapi butir nomor 4 dalam Surat Edaran Nomor Sekda 11/SE/2024, yang berbunyi, "Dalam hal terdapat urgensi kebutuhan penambahan dan/atau penggantian Penyedia Jasa Lainnya Perorangan, Kepala Perangkat Daerah/Biro wajib melaporkan daftar urgensi kebutuhan prioritas penambahan dan/atau penggantian Penyedia Jasa Lainnya Perorangan kepada Sekretaris Daerah dengan melampirkan hasil perhitungan kebutuhan berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1195 Tahun 2022 tentang Pedoman Analisis Jenis Pekerjaan, Analisis Beban Kerja, dan Evaluasi Jenis Pekerjaan Penyedia Jasa Lainnya Perorangan untuk mendapatkan persetujuan Sekretaris Daerah, namun kenyataannya jauh panggang dari api".
"Dinas-dinas terkait yang menggunakan tenaga PJLP/Honorer telah mengusulkan surat permohonan untuk mengisi jumlah PJLP/Honorer yang sudah pensiun, namun sampai saat ini belum mendapatkan tanggapan. Hal ini menunjukkan bahwa butir nomor 4 dalam Surat Edaran Sekda Nomor 11/SE/2024 belum berjalan dengan baik dalam implementasinya," tegas Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII ini.
Kent juga menilai jika Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, dan Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Joko Agus Setyono, tidak memahami skala prioritas terkait optimalisasi pemanfaatan dan penataan PJLP, hal ini dapat menghilangkan rasa keadilan bagi keluarga PJLP yang pensiun.
"Pemprov DKI seperti tidak memahami skala prioritas terkait optimalisasi pemanfaatan dan penataan PJLP ini. Pengisian kembali posisi PJLP yang kosong akibat pensiun ini harus segera di lakukan. Harus dipahami, ini tidak hanya memberikan kesempatan bagi keluarga PJLP yang pensiun untuk mencari nafkah, tetapi juga bisa mendukung percepatan pelaksanaan program di dinas-dinas terkait. Kemudian Pemprov DKI juga seharusnya bisa memberikan penghargaan dan lebih memperhatikan kesejahteraan bagi PJLP yang telah bertahun-tahun memberikan kontribusi. Hal ini termasuk memberikan kesempatan bagi anggota keluarganya untuk bisa menggantikan posisi mereka setelah pensiun, dengan memastikan sudah melalui proses transisi penggantian yang adil dan transparan. Harus di ingat bahwa dalam membuat aturan harus berdasarkan asas pemerintahan yang baik, berkeadilan, berkemanfaatan dan pemerataan," pungkasnya.