Jelang Putusan, Kubu SYL Yakin Majelis Hakim Pertimbangkan Pleidoi
JAKARTA - Kubu mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) meyakini nota pembelaan atau pleidoi yang telah disampaikan bakal dijadikan pertimbangan majelis hakim dalam membuat putusan.
Persidangan pembacaan putusan kasus dugaan dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa SYL, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta, dijadwalkan digelar Kamis, 11 Juli.
Penasihat hukum SYL, Sri Sinduwati mengatakan, ada beberapa poin penting dalam pleidoi kliennya yang patut menjadi pertimbangan. Pertama, perihal tidak adanya saksi yang menguatkan dakwaan jaksa tentang perintah urunan atau permintaan uang dari SYL.
Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Ali Jamil Harahap dan pegawai biro umum Kementan dengan tegas menjawab tak pernah mendengar langsung dari SYL terkait adanya perintah tersebut.
Pun dengan mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono yang juga menyebutkan SYL justru memerintahkan anak buahnya untuk menolak permintaan apa pun yang mengatasnamakan dirinya.
Dengan begitu keterangan para saksi menunjukkan dakwaan dan tuntutan jaksa soal SYL melakukan pemerasan tidak sepenuhnya bisa dibuktikan.
”Keterangan saksi (Panji Hartanto dan beberapa saksi, Red) hanya mendengar dari kata orang lain yang hanya ‘katanya’ saja,” ungkap Sri Sinduwati kepada wartawan, Senin 8 Juli.
Jika merujuk Pasal 1 angka 26 KUHAP, lanjut Sri, saksi merupakan orang yang memberikan keterangan berdasarkan apa yang didengar, dilihat atau dialami sendiri.
Tak hanya itu, ketentuan Pasal 185 ayat (6) KUHAP juga menegaskan bahwa penilaian kebenaran keterangan seorang saksi didasarkan pada persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain.
"Sedangkan keterangan saksi Panji tidak bersesuaian dengan keterangan saksi dan fakta lainnya sehingga keterangan saksi Panji tidak layak dipercaya keterangannya," kata Sri.
Baca juga:
Dengan dasar itu, apa yang disampaikan SYL dalam pledoi patut dipertimbangkan oleh hakim. Apalagi, kliennya juga menyertakan bukti video rekaman keterangan saksi yang menguatkan hal tersebut.
”Pledoi yang disampaikan beliau sangat komprehensif dan detail membantah dakwaan dan tuntutan jaksa,” kata Sri.
Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi, Syahrul Yasin Limpo dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Ia juga diminta membayar uang pengganti sekitar Rp44 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS).
Tuntutan itu diberikan karena jaksa menyakini SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.