Bagikan:

JAKARTA - Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL bakal menjalani sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan pemerimaan gratifikasi di lingkup Kementerian Pertanian (Kementan) hari ini. Agendanya, pembacaan replik oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Replik merupakan jawaban atas pembelaan atau pleidoi dari terdakwa perihal gugatan dalam suatu perkara.

"Kami beri kesempatan anda susun replik terhadap pledoi hari Senin tanggal 8," ujar Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh dalam persidangan, Jumat, 5 Juli.

Persidangan dengan agenda replik, rencananya akan digelar siang nanti. Sebab, majelis hakim memiliki kegiatan lainnya.

"Bisa hari Senin jam 2-3 siang. Demikian hari Selasa akan diberi kesempatan untuk duplik sekitar jam 2-3. Konsisten waktu yang ditetapkan," sebut Hakim Rianto.

Sementara untuk duplik atau kesempatan bagi kubu para terdakwa akan digelar lusa atau 9 Juli.

Proses persidangan dikebut dikarenakan majelis hakim sudah menjadwalkan bila pembacaan putusan untuk Syahrul Yasin Limpo atau SYL, Kasdi Subagyono, dan Muhammad Hatta akan digelar Kamis, 11 Juli.

"Kami sudah putuskan persidangan akan diputus hari Kamis tanggal 11," kata Hakim Rianto.

Syahrul Yasin Limpo menegaskan tak pernah memeras selama menjabat di Kementerian Pertanian (Kementan). Dia justru menyebut anak buahnya yang cari muka.

Hal ini disampaikan Syahrul ketika membacakan nota pembelaan atau pledoi dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Jumat, 5 Juli.

“Perbuatan pemerasan tersebut tidak pernah saya lakukan. Banyak cara yang dilakukan insan kementan untuk melakukan pendekatan salah satunya melalui 'dapur' dimana mengatakan 'aman' dengan melayani keluarga saya seolah-olah memang bagian dari hak dan fasilitas dari seorang Menteri beserta keluarganya dengan harapan jabatannya aman bahkan naik," kata Syahrul di hadapan majelis hakim.

Hanya saja, Syahrul menyebut kondisinya justru terbalik setelah dirinya terjerat komisi antirasuah dan disidangkan. Seolah-olah dia yang minta semua uang dan fasilitas yang ada.

Karena itu, Syahrul menilai dakwaan dan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK sangat kejam. Terlebih, tak sesuai fakta yang sebenarnya.

"Bagi saya, ini adalah dakwaan dan tuntutan yang sangat kejam dan mungkin tendensius," ujarnya.

Dalam kasus pemerasan dan gratifikasi, Syahrul dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara. Ia juga diminta membayar uang pengganti sekitar Rp44 miliar dan 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS).

Tuntutan itu diberikan karena jaksa menyakini SYL melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.