Banyak Warga Miskin Tak Lolos Seleksi Penerima Rumah DP Rp0, Anak Buah Anies Sarankan Pilih Rusunawa

JAKARTA - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI, Sarjoko mengaku banyak warga berpenghasilan rendah atau miskin yang tak lolos seleksi penerima rumah DP Rp0.

Berdasarkan data per tanggal 5 maret, rumah DP Rp0 di Pondok Kelapa baru terjual 599 unit dari 780 unit rumah yang disediakan. Padahal, telah ada 37.405 pendaftar yang berminat tinggal di sana. 

Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak lolos verifikasi dari perbankan. Salah satu faktornya karena mereka memiliki cicilan lain dan dimungkinkan tidak menyanggupi pembayaran kredit tiap bulan.

Oleh sebab itu, anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini menyarankan, warga yang tidak lolos menerima rumah DP Rp0 lebih baik memilih rumah susun sederhana sewa (rusunawa).

"Kelompok yang sementara masih belum sesuai dengan ketentuan perbankan, kami utamakan untuk mendapatkan rusunawa sambil menata kondisi keuangan mereka," kata Sarjoko dalam keterangannya, Rabu, 17 Maret.

Sarjoko bilang, saat ini pihaknya tengah menyiapkan mekanisme agar kelompok dengan penghasilan rendah dapat sesuai dengan ketentuan perbankan dan sistem cicilan yang adapun dapat tetap ringan serta terjangkau. Namun, sementara mereka diminta tinggal di rusunawa.

“Harapannya, dengan akses terhadap Rusunawa yang murah, fasilitasnya lengkap, serta sarana transportasi murah, bisa lebih mudah menata keuangan untuk membeli hunian milik,” ungkapnya.

Selain itu, Sarjoko bilang Pemprov DKI juga menaikkan  batas penghasilan tertinggi pemilik rumah DP Rp0 yang sebelumnya Rp7 juta menjadi Rp14,8 juta

Kata dia, hal itu mengikuti arahan pemerintah pusat, yakni Peraturan Menteri PUPR Nomor 10/PRT/M/2019 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Persyaratan Kemudahan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. 

Namun, dalam peraturan Menteri PUPR tersebut, diatur bahwa batas penghasilan rumah tangga masyarakat berpenghasilan rendah maksimal sebesar Rp12,3 juta. Angka ini lebih rendah dari yang berlaku di DKI.

Sarjoko menyebut besaran yang ditetapkan mereka melewati batas peraturan menteri karena ada perhitungan tertentu. Sebab, harga tanah Jakarta berbeda dengan daerah lainnya.

"Perhitungan tersebut disesuaikan dengan inflasi dan disparitas harga terutama atas kemahalan harga tanah di Jakarta dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia," ungkap Sarjoko.